Page 262 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 262
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
Di sepuluh pulau Lautan Selatan, begitu juga di kelima wilayah
India, orang tidak menggunakan bantal kayu untuk menopang kepala.
Kebiasaan ini hanya ada di Tiongkok.
Di seluruh India, sarung bantal dibuat dengan cara yang
hampir sama. Bahannya dari sutra atau linen, warna bervariasi
sesuai keinginan. Sarung bantal dijahit berbentuk kantong persegi
dengan panjang satu hasta dan lebar setengah hasta. Bantal diisi
dengan bahan-bahan yang sesuai seperti wol, potongan rami (atau
sisa-sisa rami), serbuk sari Typha latifolia (pu), bunga dedalu, kapas,
alang-alang (di), Tecoma grandiflora (tiao), dedaunan lembut, kupu-
kupu kecil dari ordo Lepidoptera yang dikeringkan, Haliotis (jueming),
rami atau kacang-kacangan. Bantal bisa dibuat tinggi atau rendah,
tergantung musim dingin atau hangat, dan dimaksudkan untuk
membuat nyaman dan mengistirahatkan tubuh. Tidak perlu khawatir
jika bantalnya keras. Tetapi bantal kayu memang kasar dan keras,
166
dan angin bisa masuk dari bawah leher sehingga sering menyebabkan
sakit kepala. Penggunaan bantal adalah berbeda-beda di daerah yang
berbeda. Di sini saya hanya menggambarkan apa yang saya dengar
di daerah asing. Oleh karena itu, apakah ini perlu diikuti atau tidak,
harus dianalisa sendiri. Bahan yang hangat dapat mengatasi rasa
dingin. Rami atau kacang-kacangan, baik untuk penglihatan (mata)
di samping sangat bermanfaat; dengan demikian bahan-bahan
tersebut dapat digunakan tanpa keliru. Di daerah yang dingin, kepala
yang dibiarkan tidak tertutup sering diserang kedinginan (atau
demam akut). Penyakit hidung dan tenggorokan yang menyebabkan
mestinya tidak menggunakan ranjang Sangha tanpa melapisinya dengan
sesuatu. Beliau kemudian menceritakan seorang pria yang punggungnya
hitam, dan berkata kepada Ananda bahwa orang itu adalah seorang biksu
dan murid dari Buddha terdahulu, Buddha Kasyapa; dia terlahir di neraka
karena menggunakan ranjang milik Sangha tanpa diberi alas, dan setelah itu
dia terlahir dengan punggung hitam sebanyak 500 kali.’
166 Dalam teks tertera 鞭 (bian), yang artinya ‘cambuk,’ tapi pengulas
Kasyapa menduga bahwa itu seharusnya 硬 (ying; ‘keras’). Terjemahan saya
mengikuti interpretasi Kasyapa.
248