Page 15 - e-modul bab 12 PAI
P. 15
atau negara yang rawan dari gangguan teror atau ancaman dari
radikalisme.
Menurut Tahir (2004), kini radikalisme, terutama yang ber-
motifkan agama, menjadi perhatian kaum agamawan dan para
pemerhati sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan,
dan pertahanan, baik di dalam maupun luar negeri. Dengan
merebaknya aksi kekerasan di luar negeri (tragedi WTC pada 11
September 2001) dan dalam negeri (tragedi Legian Bali, pengeboman
hotel J.W. Marriot, dan lainnya), Indonesia yang mayoritas pendu-
duknya beragama Islam turut merasakan efek buruk itu. Padahal
aktor intelektual dibalik teror tersebut berasal dari luar negeri (bukan
umat Islam Indonesia), dan hanya dilakukan oleh sekelompok “kecil”
dari umat Islam di Indonesia.
E. Upaya Menanggulangi Radikalisme Umat Beragama
Upaya-upaya untuk menanggulangi eskalasi radikalisme umat
beragama di Indonesia khususnya, dan di negara-negara lain pada
umumnya, dapat dilakukan dengan mengetahui secara tepat akar
permasalahannya. Selanjutnya, dicari solusi yang tepat dan bijak
dengan melibatkan pihak-pihak terkait, khususnya para pelaku
radikalisme agama. Di antara upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi radikalisme umat beragama adalah:
1. Perubahan sikap dan pandangan dari negara-negara Barat
terhadap negara-negara Muslim di dunia. Sudah saatnya dan
sudah semestinya umat Islam di dunia tidak diposisikan sebagai
lawan Barat pasca berakhirnya era perang dingin. Namun
sebaliknya, umat Islam di dunia harus diperlakukan sebagai
sahabat dan partner dalam berbagai bidang kehidupan secara
bermartabat dan tidak diskriminatif.
2. Mengurangi dan menghapuskan kesenjangan sosial, ekonomi,
politik, pendidikan, dan kebudayaan di tingkat nasional, regional,
dan internasional.
3. Reorientasi pemahaman agama yang tekstual, rigid, dan sempit
menjadi pemahaman yang kontekstual, fleksibel, dan terbuka.
4. Melakukan modernisasi kehidupan umat secara selektif, dengan
mengakomodir sisi positifnya dan mengeliminir sisi negatifnya.
5. Menanamkan kesadaran “setuju untuk tidak setuju” dalam
menyikapi pluralisme sosial, budaya, dan agama yang berkembang
di tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Perlu disemaikan pula
kesadaran umat beragama di era globalisasi ini untuk dapat hidup
14