Page 101 - Tere Liye - Bumi
P. 101

TereLiye “Bumi”   98




                  Aku memperhatikan lebih detail, menyelidik. Bolpoin ini terlalu berat dan

                  sepertinya ada sesuatu di dalamnya. Aku perlahan membuka bolpoin itu.
                  Yang keluar bukan batang isi bolpoin seperti lazimnya, tapi benda kecil,
                  ber­kelotak pelan menimpa meja. Aku bergumam pelan, ”Benda apa ini?”
                  Bentuknya mungil, ada kabel­kabel kecil.

                         Seli di  sebelahku ber­ssst menyuruhku diam. Dia sudah pusing
                  dengan soal ulang­an, merasa terganggu pula dengan kesibukanku. Aku
                  balas ber­ssst menyuruh Seli diam.


                         ”Is there something wrong, Ra?” Mr. Theo menoleh ke mejaku.

                         ”Nothing’s wrong, Sir. My pen jammed,” aku buru­buru men­jawab,
                  menelan ludah.


                         Mr. Theo memastikan sejenak, kembali menatap ke arah lain.

                         Aku mengamati benda itu lamat­lamat. Ini apa? Buat apa? Kenapa
                  benda berkabel ini ada di dalam bolpoin biru yang ru­sak? Setengah
                  menit, aku teringat cerita Seli tentang Ali yang suka sekali membuat
                  peralatan ”canggih”, meledakkan laborato­rium.


                         Aku berseru dalam  hati. Aku tahu benda ini, setidaknya aku bisa
                  menebak benda ini untuk apa. Dasar Ali!  Tentu saja dia tahu aku
                  kehilangan si Hitam, dia tahu aku dan Seli mengerja­kan PR kemarin
                  sore, karena genius amatiran itu menyelundup­kan bolpoin berisi alat
                  penyadap ke dalam tasku. Dia pasti me­lakukannya beberapa hari lalu,
                  setelah pe­nasaran dengan ke­jadian aku dihukum  Miss Keriting
                  menunggu di lorong ke­las.


                         Ternyata itu tidak spesial—aku pikir dia tahu dari manalah,
                  de­ngan cara lebih canggih atau misterius. Ternyata hanya karena bolpoin
                  biru ini. Aku tersenyum lebar, teringat sesuatu, setidaknya tadi malam
                  tasku tertinggal di ruang televisi, jadi dia tidak bisa me­nguping
                  percakapanku di kamar dengan sosok dalam cermin. Tapi senyumku
                  segera terlipat, jangan­jangan kemarin sore dia ke rumah, berpakaian
                  rapi, menipu Mama dan Seli, untuk me­nyelundupkan alat pengintai. Aku
                  menyibak poni di dahi. Nanti setiba di rumah, aku akan  periksa setiap
                  pojok ruangan. Awas saja, tidak akan kubiarkan lagi.







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106