Page 98 - Tere Liye - Bumi
P. 98

TereLiye “Bumi”   95




                         ”Halo, Ra,” Seli menyapaku.


                         ”Halo, Sel,” aku balas menyapa.


                         ”Kamu datang pagi lagi, ya?”

                         Aku mengangguk. Aku menghitung dalam hati, satu, dua, tiga, dan
                  persis di hitungan ketujuh, Seli yang menatapku sambil memasukkan tas
                  ke laci  meja berseru, ”Eh, Ra? Jerawatmu yang besar itu sudah hilang,
                  ya?”


                         Aku tertawa. Benar kan, tidak akan lebih dari sepuluh hitung­an.

                         ”Beneran hilang, Ra. Kok bisa sih?” Saking tertariknya, Seli bahkan
                  memegang jidatku, melotot, memeriksa, untung saja tidak  ada kaca
                  pembesar, yang boleh jadi akan dipakai Seli. ”Wah, beneran hilang. Bersih
                  tanpa bekas. Diobatin pakai apa sih?”


                         Aku tidak menjawab, menyeringai.

                         ”Pakai apa sih, Ra? Ayo, jangan rahasia­rahasiaan. Pasti obat­nya
                  manjur sekali. Semalaman langsung mulus!” Seli penasaran, memegang
                  lenganku, membujuk. ”Ini ngalahin treatment wajah artis­artis Korea lho,

                  Ra. Tokcer.”

                         ”Nggak diapa­apain.” Aku menggeleng.

                         ”Nggak mungkin.” Bukan Seli kalau mudah percaya.


                         ”Beneran nggak diapa­apain. Aku hanya tunjuk jerawatnya, bilang
                  ‘hilanglah’, eh hilang beneran.” Demi mendengar kebiasaan Seli yang
                  mulai menyebut­nyebut drama favorit Korea­nya, dan setengah jam
                  terakhir bosan menatap novel tebal  di atas meja yang  tidak kunjung
                  berhasil kuhilangkan, aku jadi menjawab iseng.


                         ”Jangan bergurau, Ra.” Seli melotot memangnya aku anak kecil bisa
                  dibohongi, begitu maksud ekspresi wajahnya.

                         Aku tertawa. ”Beneran. Memang begitu. Kusuruh hilang.”










                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103