Page 97 - Tere Liye - Bumi
P. 97
TereLiye “Bumi” 94
KU langsung menuju kelasku, kelas X9. Tiba di kursiku, aku
memasukkan tas ke laci meja. Sekolah masih lengang. Di kelas tidak ada
siapasiapa. Tidak ada yang bisa kulakukan kecuali melamun menunggu.
Baiklah, aku mengeluarkan novel tebal yang sudah seminggu tidak tamat
tamat kubaca—pengarang yang satu ini novelnya semakin tebal saja,
menguras uang jatah bulanan dari Mama.
Aku teringat lagi percakapan tadi malam. Aku tidak mau patuh
pada sosok tinggi kurus dalam cermin itu. Aku belum tahu dia berniat
baik atau buruk, tapi kalimatkalimatnya membuatku penasaran.
Apakah aku memang bisa menghilangkan novel tebal ini—juga benda
benda lain.
Aku menatap konsentrasi novel tebal beberapa detik, menghela
napas, mengarahkan telunjukku, bergumam pelan menyuruhnya
menghilang. Sedetik. Aku mengembuskan napas. Sama seperti tadi
malam, novel itu tetap teronggok bisu di atas meja. Sekali lagi aku
mengulanginya, lebih berkonsentrasi. Tetap saja, jangankan hilang
seluruhnya, hilang semili pun tidak.
Aku melempar tatapan ke luar jendela kelas, lengang. Hanya suara
petugas kebersihan yang sedang menyapu lapangan dari dedaunan
kering.
Aku berkalikali mencoba, memperbaiki posisi duduk—kalau
sampai ada yang mengintip, pasti akan aneh melihatku sibuk menunjuk
nunjuk buku tebal.
Temanteman mulai berdatangan, menyapa. Aku mengangguk,
tersenyum tipis, memasukkan kembali novel ke dalam tas. Setengah jam
berlalu, sekolah ramai oleh dengung suara. Beberapa teman duduk di
dalam kelas dan berdiri di lorong. Anakanak cowok bermain basket atau
bola kaki. Lapangan basah, mereka tidak peduli, bahkan lebih seru, lebih
ramai tertawa.
http://pustaka-indo.blogspot.com