Page 92 - Tere Liye - Bumi
P. 92

TereLiye “Bumi”   89




                  indah itu ternyata meng­awasi­ku selama ini? Bagai­mana mungkin dia

                  kucing paling aneh sedunia, bukan hanya karena tidak ada yang
                  melihatnya, tapi boleh jadi dia juga punya rencana­rencana di kepalanya.
                  Melaporkan kepada dunia lain?

                         ”Lho, Ra, kok malah melamun?” Mama menumpahkan sosis goreng
                  ke piring di atas meja. ”Pagi­pagi sudah melamun. Itu tidak baik untuk
                  anak gadis.”


                         Aku menggeleng, tersenyum kecut.

                         ”Papa semalam baru pulang jam sepuluh. Larut sekali.” Mama
                  memberitahuku—yang aku juga sudah tahu. ”Pekerjaan kantor Papa
                  semakin menumpuk. Seperti biasa, sibuk berat.” Hanya itu penjelasan
                  Mama.


                         Aku mengangguk.

                         ”Mama senang, dua hari terakhir kamu selalu siap sekolah sebelum
                  Papa berangkat. Jadi Mama tidak perlu teriak­teriak membangunkanmu.”
                  Mama menatapku, tersenyum, tangannya masih memegang wajan kosong.
                  ”Kita semua harus mendukung Papa pada masa­masa sibuknya.”


                         ”Iya, Ma,” aku menjawab pendek.


                         ”Kamu mau sarapan duluan?”

                         ”Nanti saja, Ma. Tunggu Papa turun.”

                         Mama mengangguk, kembali ke kompor gas, melanjutkan aktivitas

                  masak­memasaknya.

                         Aku menatap lamat­lamat piring berisi sosis di hadapanku,
                  mengembuskan napas pelan.


                         Tadi malam, berkali­kali aku menatap si Hitam—aku urung
                  mengelus bulu tebalnya, membiarkan dia meringkuk tanpa diganggu. Aku
                  berkali­kali menatap cermin besar, memastikan tidak ada siapa pun lagi
                  di dalamnya yang tiba­tiba menyapa. Aku berkali­kali meletakkan telapak
                  tangan di wajah, mengintip dari sela jemari, siapa tahu sosok tinggi kurus
                  itu ada di dalam kamarku, hanya kosong, tetap tidak ada siapa­siapa.





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97