Page 88 - Tere Liye - Bumi
P. 88

TereLiye “Bumi”   85




                         Sosok tinggi kurus itu diam sejenak, mengembuskan napas. Dia

                  sungguh nyata. Lihatlah, cerminku berembun oleh napasnya yang hangat.

                         ”Kamu pasti punya banyak pertanyaan, Nak.” Sosok itu
                  meng­hapus embun di cermin dengan jari­jarinya yang kurus dan
                  panjang. ”Tapi malam ini aku tidak  akan menjawabnya. Aku pernah
                  melakukan kesalahan dengan terlalu banyak menjelaskan.” Gerakan
                  tangannya terhenti. Mata hitamnya menatap tajam ke arah lain.


                         Aku tahu apa yang didengar sosok di dalam cermin. Aku juga
                  mendengar suara mobil masuk ke halaman rumah. Papa sudah pulang.

                         ”Ingat baik­baik yang akan kusampaikan, Gadis Kecil.” Dia
                  menatapku tajam. ”Peraturan pertama, jangan pernah memercayai siapa
                  pun. Teman dekat, kerabat, orangtua, siapa pun. Aku tidak akan
                  mengajarimu agar tidak bercerita ke orang lain, lima belas tahun kamu
                  berhasil menyimpan rahasia sendirian. Itu tidak pernah terjadi
                  sebelumnya. Jadi, kita hilangkan saja peraturan kedua.” Sosok tinggi itu
                  diam sejenak, kembali menatap tajam ke arah lain.


                         Suara percakapan Papa dan Mama di ruang tengah terdengar
                  sayup­sayup di antara suara hujan. Papa menanyakan apakah aku sudah
                  tidur atau belum.

                         ”Ingat baik­baik peraturan tersebut. Sekali bercerita kepada orang
                  lain, kamu bisa membuat  semua menjadi di luar kendali. Semua bakat

                  besar itu akan berubah melawan dirimu sendiri, dan membahayakan
                  orang­orang yang  kamu sayangi.” Mata hitam itu menyapu seluruh
                  tubuhku.

                         Aku menelan ludah, tidak semua kalimat sosok di dalam cermin itu
                  bisa aku mengerti. Jemariku semakin bergetar men­cengkeram novel
                  tebal. ”Apa yang kamu inginkan dariku?”


                         Sosok tinggi kurus  itu mengangguk. ”Kamu memiliki bakat hebat,
                  Nak. Kamu tidak hanya bisa menghilang dengan me­nangkupkan kedua
                  telapak tangan ke wajah. Kamu bisa  melaku­kan lebih dari sekadar
                  mengintip orang dari sela jari. Kita akan segera melihatnya, apa­kah
                  hanya kebetulan kamu bisa meng­hilangkan jerawat atau lebih dari itu.
                  Buku tebal yang kamu pegang, itu tugas pertama, kamu akan





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93