Page 19 - Kebijakan Cultuurstelsel Belanda di Karesidenan Madiun
P. 19
1876-1880 17.737 4.025.013 293.913
Tabel 1.1 : Penanaman kopi di Karesidenan Madiun tahun 1834-1880
Selain tanaman kopi, komoditas ekspor yang ditanam di wilayah
keresidenan Madiun adalah tebu. Pemerintah Belanda mendirikan lima
pabrik gula untuk menampung dan mengelola tanaman tebu. Pabrik gula
tersebut tersebar di beberapa daerah, seperti Ponorogo, Madiun, Magetan,
dan Ngawi. Berikut adalah laporan penanaman tebu di Keresidenan Madiun
tahun 1836-1880 (Margana, 2017 : 122).
Periode Luas (hektar) Hasil Panen Nilai Jumlah Tenaga
(metrik ton) Pembayaran Kerja (jiwa)
(gulden)
1836-1840 6.904 7.898 252.465 42.780
1841-1845 7.412 9.756 301.151 39.591
1846-1850 2.840 4.042 65.610 16.186
1851-1855 1.704 6.659 160.619 15.356
1856-1860 2.840 10.421 388.241 18.098
1861-1865 2.840 7.921 356.499 16.065
1866-1870 2.840 7.568 299.207 27.556
1871-1875 2.840 13.649 530.096 32.815
1876-1880 2.796 19.178 603.293 13.112
Tabel 1.2 : Penanaman tebu di Karesidenan Madiun tahun 1836-1880
Indigo juga termasuk tanaman komoditas ekspor yang dibutuhkan dalam
industri tekstil, khususnya sebagai pewarna pakaian. Pabrik indigo yang
didirikan pemerintah Belanda di wilayah keresidenan Madiun, yaitu Pabrik
Selo Aji Madiun dan Pabrik Jeruksing Ponorogo. Pada masa pelaksanaan
Cultuurstelsel, budidaya tanaman indigo di keresidenan Madiun termasuk
kurang berhasil. Namun budidaya tersebut tetap dipertahankan oleh
pemerintah Belanda. Berikut adalah laporan penanaman Indigo di
keresidenan Madiun tahun 1836-1865 (Margana, 2017 : 123).
17 | P a g e