Page 25 - Kebijakan Cultuurstelsel Belanda di Karesidenan Madiun
P. 25
Pabrik Gula Redjo Agung Sumber : (Lestari, 2015)
B. Dampak Sosial Pelaksanaan Cultuurstelsel di Keresidenan Madiun
Perubahan sosial yang terjadi di wilayah Karesidenan Madiun, tidak
lain sebagai bentuk reaksi rakyat untuk menentang kekuasaan kolonial.
Berbagai otoritas yang dikeluarkan Belanda untuk mengeksploitasi sistem
pajak, menyebabkan munculnya kriminalitas dan perlawanan dari rakyat
pribumi. Berdasarkan laporan Residen Francis, pada tahun 1832 terjadi 101
kasus kriminalitas, dari jumlah tersebut 50 orang berhasil ditahan oleh
kepolisian. Selanjutnya, pada tahun 1840 terjadi 51 kasus kriminalitas, dari
jumlah tersebut 13 orang berhasil ditahan oleh kepolisian. Menurut Residen
Francis, jenis kriminalitas yang banyak terjadi di wilayah Madiun adalah
pencurian dan pembegalan. Pembegalan banyak dilakukan oleh sekelompok
orang yang melakukan kejahatan dengan membawa kampak, sehingga disebut
kampakpartijen atau ketjoepartijen (gerombolan kampak atau gerombolan
kecu). Tak hanya itu kejahatan lain yang sering terjadi di wilayah Madiun
adalah pencurian, pembakaran perkebunan tebu, dan pengedar uang palsu.
Kasus pencurian merupakan kejahatan yang sering terjadi di wilayah Madiun,
pada tahun 1886 tercatat 160 kasus pencurian ternak. Selain kasus pencurian
kejahatan yang sering terjadi di wilayah Madiun adalah pembakaran
perkebunan tebu. Berdasarkan informasi yang diberikan M. van Geuns pada
tahun 1911, total pembakaran tebu di wilayah Madiun terjadi sebanyak 188 kali
dengan luas area mencapai 365 bau. pembakaran tersebut terjadi di daerah
Pagotan, Kanigoro, Geneng, dan Rejosarie. Terdapat pula kejahatan pembuat
dan pengedar uang palsu, pada akhir abad ke 19. Namun jumlah kejahatan
tersebut relatif sedikit dan tidak terlalu menimbulkan perubahan sosial
(Mergana, 2017 : 154).
23 | P a g e