Page 30 - E-modul tentang kebijakan cultuurstelsel belanda di Karesidenan Madiun
P. 30
B. Dampak Sosial Pelaksanaan Cultuurstelsel di Keresidenan Madiun
Perubahan sosial yang terjadi di wilayah Karesidenan
Madiun, tidak lain sebagai bentuk reaksi rakyat untuk menentang
kekuasaan kolonial. Berbagai otoritas yang dikeluarkan Belanda
untuk mengeksploitasi sistem pajak, menyebabkan munculnya
kriminalitas dan perlawanan dari rakyat pribumi. Berdasarkan
laporan Residen Francis, pada tahun 1832 terjadi 101 kasus
kriminalitas, dari jumlah tersebut 50 orang berhasil ditahan oleh
kepolisian. Selanjutnya, pada tahun 1840 terjadi 51 kasus
kriminalitas, dari jumlah tersebut 13 orang berhasil ditahan oleh
kepolisian. Menurut Residen Francis, jenis kriminalitas yang banyak
terjadi di wilayah Madiun adalah pencurian dan pembegalan.
Pembegalan banyak dilakukan oleh sekelompok orang yang
melakukan kejahatan dengan membawa kampak, sehingga disebut
kampakpartijen atau ketjoepartijen (gerombolan kampak atau
gerombolan kecu). Tak hanya itu kejahatan lain yang sering terjadi
di wilayah Madiun adalah pencurian, pembakaran perkebunan tebu,
dan pengedar uang palsu. Kasus pencurian merupakan kejahatan
yang sering terjadi di wilayah Madiun, pada tahun 1886 tercatat 160
kasus pencurian ternak. Selain kasus pencurian kejahatan yang
sering terjadi di wilayah Madiun adalah pembakaran perkebunan
tebu. Berdasarkan informasi yang diberikan M. van Geuns pada
tahun 1911, total pembakaran tebu di wilayah Madiun terjadi
sebanyak 188 kali dengan luas area mencapai 365 bau. pembakaran
tersebut terjadi di daerah Pagotan, Kanigoro, Geneng, dan Rejosarie.
Terdapat pula kejahatan pembuat dan pengedar uang palsu, pada
akhir abad ke 19. Namun jumlah kejahatan tersebut relatif sedikit
dan tidak terlalu menimbulkan perubahan sosial (Mergana, 2017 :
154).