Page 18 - Mengungkap Kejayaan asian Games 1962
P. 18
Pendahuluan
atau proposal Indonesia yang diajukan pada sidang AGF
tahun 1951 di India untuk menjadi tuan rumah AG II tahun
1954, dikarenakan banyak anggota AGF yang belum yakin
akan kemampuan pemerintah Indonesia untuk menjamin
kelancaran berlangsungnya AG II. Sebagian besar anggota
24
AGF lebih memilih Manila, Pilipina untuk penyelenggaraan
AG II tahun 1954. 25
Memasuki dekade 1950-an, sektor ekonomi modern
Indonesia masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan
milik Belanda. Beberapa perusahaan yang sangat dominan,
diantaranya: N.V Internatio, Jacobson van den Berg & Co,
Lindeteves, dan Geo Wehry & Co. Perusahaan-perusahaan
itu sudah beroperasi sejak pemerintahan kolonial Belanda
masih berkuasa di Indonesia. Menghadapi situasi seperti
26
itu, aspirasi para tokoh pemimpin Indonesia memunculkan
pandangan yang kemudian dikenal dengan istilah “ekonomi
1958), hlm. 15 – 20.
24 Sekretariat Negara Republik Indonesia., Dari Gelora Bung Karno ke Gelora
Bung Karno., Op. Cit. hlm. 25 – 26. Perhatian anggota AGF umumnya tertuju pada
kurangnya fasilitas olahraga, akomodasi, infrastruktur transportasi dan rendahnya
standar pelaksanaan. Lihat juga: Rusli Lutan., Op. Cit. hlm. 15. Lihat juga: Harsuki.,
dkk., Olahraga Indonesia dalam Perspektif Sejarah (Jakarta: Direktorat Jenderal
Olahraga, Kementerian Pendidikan Nasional, 2004), hlm. 343.
25 Rusli Lutan., Indonesia and the Asian Games: Sport, Nationalism and the
“New Order” artikel dalam: Sport, Nationalism and Orientalism the Asian Games
(London and New York: Routledge, Taylor & Francis Group, 2007), hlm. 15.
26 Bondan Kanumoyoso., Menguatnya Peran Ekonomi Negara: Nasionalisasi
Perusahaan-Perusahaan Belanda di Indonesia, 1957 – 1959 (Depok: Universitas
Indonesia, Tesis S-2 pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2000),
hlm. 1. Lihat juga: Yahya A. Muhaimin., Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi
Indonesia 1950 – 1980 (Jakarta: LP3ES, 1991), hlm. 30.
9