Page 134 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 134

R. M. T. A. Soerjo      121



               berunding dengan jajarannya, pada 9 November malam, ia berdiri di
               depan corong radio. Pidato gubernur Jawa Timur di tengah suasana
               perang  itu  sangat  jelas:  rakyat  Surabaya  tak  sudi  bertekuk  lutut.
               “Berulang-ulang  telah  kita  kemukakan  bahwa  sikap  kita  lebih  baik
               hancur  daripada  dijajah  kembali  .  .  .  Selamat  berjuang!”  demikian
               seruan  Soerjo  seperti  dicatat  oleh  Nugroho  Notosusanto  dalam
               Pertempuran Surabaya.
                      Keesokan harinya,  dunia menjadi saksi betapa tidak mudah
               bagi  militer  Inggris  menaklukkan  perlawanan  arek-arek  Suroboyo.
               Kalaupun  akhirnya  mereka  menang,  itu  terjadi  setelah  mereka
               bertempur sekitar tiga minggu dalam situasi seperti di neraka.

               LAHIRNYA SEORANG PEMIMPIN

               Suatu hari pada 1943, suasana ramai di kantor Kabupaten Magetan
               tiba-tiba berubah jadi mencekam. Sebagian besar pegawai kabupaten
               menghindar  kala  seorang  perwira  Jepang  marah-marah  sambil
               menghunus gunto, pedang panjang khas negeri matahari terbit. Tak
               jelas  benar  apa  yang  menyebabkan  perwira  Jepang  itu  murka  dan
               menebar ancaman, namun yang pasti tak ada satu pun orang-orang
               di sana saat itu yang berani bereaksi kecuali seorang lelaki hampir
               setengah baya.
                      Raden  Mas  Tumenggung  Aryo  Soerjo,  nama  lelaki  itu,  alih-
               alih  gentar  justru  mendekati  perwira  yang  tengah  kalap  tersebut.
               Dalam nada yang keras namun berwibawa, ia malah balik memarahi
               sang  perwira  yang  sudah  mengganggu  ketenteraman  lingkungan
               kerjanya. “Saudara ini sudah datang tanpa permisi dan mengenalkan
               diri,  membuat  kericuhan  pula  di  sini!  Saudara  harus  tahu,  karena
               saya merasa benar saya tidak takut sama sekali kepada anda!” bentak
               lelaki yang tak lain adalah Bupati Magetan saat itu.
                      Dihadapi dengan sikap berani dan elegan seperti itu, sebagai
               seorang  samurai,  si  perwira  Jepang  menjadi  malu.  Ia  pun
               menurunkan tensi dan coba membicarakan masalah yang ia hadapi
               secara  baik-baik.  Masalah  berakhir  setelah  perwira  Jepang  minta
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139