Page 137 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 137

124      Gubernur Pertama di Indonesia



            menyebut  orang-orang  Belanda  yang  akan  merayakan  momen  itu
            sebagai tidak tahu diri karena berpesta atas nama  kemerdekaan di
            atas  penderitaan  orang-orang  yang  justru  kemerdekaanya  sedang
            mereka  tindas.   Tulisan  Soewardi  itu  menerobos  masuk  ruang
                           4
            belajar  dan  kamar-kamar  asrama  anak-anak  OSVIA.  Secara  blak-
            blakan,  empat  siswa  OSVIA  menolak  mentah-mentah  merayakan
            pesta.  Akibatnya,  mereka  dikucilkan  dan  dipecat  sebagai  siswa
            sekolah calon pegawai negeri tersebut.
                    Aksi  solidaritas  pun  muncul  terhadap  pemecatan  itu,
            termasuk  dari  Soerjo.  Dengan  mengabaikan  sanksi  akademis  yang
            siap  mengancamnya,  Soerjo  bersama  kawan-kawannya  melakukan
            advokasi  dan  diam-diam  membantu  keseharian  keempat  siswa
            OSVIA  yang  dikeluarkan  tersebut.  Namun,  konflik  itu  ibarat  gajah
            melawan  semut.  Soerjo  dan  kawan-kawannya  tetap  “kalah”  dan
            permintaan mereka agar pemecatan itu dibatalkan tetap tak digubris
            pihak  OSVIA.  Bisa  jadi  kegagalan  itu  menjadikan  sikap  anti-
            kolonialisme  Soerjo  semakin  menumpuk.  Itu  terbukti  dengan
            seringnya  Soerjo  bentrok  dengan  dengan  para  sinyo  Belanda  yang
            kerap  menghina  kebumiputeraan  mereka.  Bahkan  salah  seorang
            gurunya  yang  bernama  Sastrohutomo  pernah  memergoki  Soerjo
            tengah membersihkan keris pusaka warisan keluarganya.
                                                                  5
                    “Mengapa  anak  [sebutan  ini  tertuju  kepada  Soerjo]
            membersihkan pusaka itu?” tanya sang guru. “Kangge njagi menawi
            wonten tiyang ingkang kurang ajar (untuk berjaga-jaga jika ada orang
            yang  kurang  ajar  terhadap  saya),”  jawab  Soerjo  sambil  dengan
            tenang tetap membersihkan kerisnya.
                    Sastrohutomo  mafhum  atas  jawaban  anak  didiknya  itu.  Ia
            memastikan Soerjo tengah siap-siap bertarung sampai mati dengan
            para  sinyo  Belanda  yang  kerap  berlaku  kurang  ajar  dan  menghina
            anak-anak  OSVIA.  Untuk  mencegah  hal-hal  yang  tidak  diinginkan,
            sang  guru  lantas  melaporkan  soal  itu  kepada  orangtua  Soerjo.
            Dengan  tergopoh-gopoh,  Raden  Mas  Wirjosumarto  dan  Raden  Ayu
            Kustiah datang ke Madiun, menasihati agar Soerjo lebih memikirkan
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142