Page 139 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 139
126 Gubernur Pertama di Indonesia
menikahi seorang janda beranak satu, Soerjo sangat bahagia dengan
pernikahan itu.
Dari Madiun, selanjutnya Soerjo—masih sebagai asisten
wedana—dipindah ke Jetis, Ponorogo. Teruji sebagai seorang asisten
wedana di dua tempat, pada 1929 pemerintah lantas menaikkan
pangkat Soerjo menjadi wedana di Pacitan. Namun, hal itu tidak lama
karena dua tahun kemudian ia disekolahkan kembali ke
Bestuursschool (Akademi Pamong Praja) di Batavia. Selama sekolah
itu, ia menetap di kawasan Kebon Sirih.
Lulus dari Akademi Pamong Praja pada 1931, Soerjo
ditempatkan sebagai wedana di Gedeg, Mokokerto. Sukses di sana, ia
lalu dipromosikan menempati jabatan yang sama di Porong, kawasan
di Sidoarjo yang dikenal sebagai daerah rawan banjir. Jika musim
hujan datang bisa dipastikan Porong akan terendam. Selain
mengakibatkan para petani merugi karena sawah-sawah yang
digarapnya menjadi rusak, banjir pun pun membuat rakyat Porong
terkena banyak penyakit. Sebagai wedana, Soerjo tak berpangku
tangan melihat kondisi tersebut. Ia berpikir keras suapaya
masyarakat yang dipimpinnya segera lepas dari bencana tahunan itu.
Maka dibuatlah berbagai terobosan, seperti memperbaiki bendungan
dan saluran di daerah aliran Sungai Porong.
Untuk lebih menyempurnakan upayanya, Soerjo mencari
dana guna membangun bendungan baru dan memperbaiki irigasi
yang rusak. Kerja bakti pun digalakkan dengan melibatkan semua
pihak termasuk Soerjo sendiri yang langsung terjun memperbaiki
tanggul rusak. Upaya tersebut tidak sia-sia, saat hujan datang
mendera, banjir musiman di Porong pun perlahan berkurang.
Pada 1938, Soerjo dipanggil kembali ke tanah kelahiran. Di
Magetan ia diangkat menjadi bupati, menggantikan ayah mertuanya
Raden Adipati Aryo Hadinoto. Selama menajdi Bupati Magetan,
Soerjo selalu menunjukan sikap yang baik dan penuh tanggungjawab
sebagai seorang pamongpraja dan pemimpin rakyat. Soerjo dikenal
oleh masyarakat Magetan kala itu sebagai seorang bupati yang berani