Page 165 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 165
152 Gubernur Pertama di Indonesia
dikawal salah seorang ajudan, Mayor Soehardi, dan sopirnya, Letnan
Soenarto. Banyak kawannya, termasuk Hatta, yang menganjurkan
Soerjo tidak berangkat ke Madiun karena situasi jalan menuju kota
itu belum aman. Namun Soerjo bersikeras berangkat.
Semacam pertanda buruk terasa ketika Soerjo baru saja
keluar kota Yogyakarta, ban depan mobil tiba-tiba meletus. Ban
cadangan pun dipasang dan mobil kembali melaju, namun tiba-tiba
mogok karena kehabisan bensin. Menjelang Solo, hari mulai gelap.
Soerjo dan kedua pendampingnya memutuskan menginap di rumah
Soediro, Residen Solo.
Keesokan harinya, rombongan kecil Soerjo melanjutkan
perjalanan pada pagi sekali. Awalnya, perjalanan lancar-lancar saja.
Hingga pada siang menjelang sore, mereka melintasi kawasan hutan
jati di wilayah Bogo, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur. Tanpa
sepengetahuan mereka, kawasan hutan itu menjadi tempat istirahat
sekitar 3.000 prajurit pro-PKI pimpinan Maladi Yusuf, yang tengah
melarikan diri menuju Gunung Lawu. Mobil dihentikan, Soerjo,
ajudan dan sopir ditahan. Ikut pula ditahan dua anggota Kepolisian
RI yakni Komisaris Besar M. Doerjat dan Komisaris Soeroko yang
pada saat bersamaan juga tengah melewati kawasan tersebut.
Setelah membakar mobil-mobil para tawanan, anggota pasukan
Maladi Yusuf menggiring kelimanya ke Kampung Sundi di Desa
Bangunrejo Lor, sekitar 5 kilomrter dari lokasi mereka dicegat.
Menurut Trisno (92), sesepuh Desa Bangunrejo Lor, malam
itu Soerjo dan keempat tawanan lain diinapkan di Kantor Kehutanan
Sundi. Santer terdengar kabar bahwa besok hari Bangunrejo Lor
akan diserang oleh pasukan pemerintah. Pagi harinya (12 November
1948), dalam keadaan hanya memakai celana dalam dan mata
tertutup secarik kain, pasukan Maladi membawa tawanan ke tepi
Kali Kakah di Dusun Ngandu. Dengan senjata tajam, orang-orang
Maladi Yusuf menghabisi satu persatu kelima tawanan tersebut
dengan cara memenggal kepala mereka. “Saya ingat, ada sekitar
49
tujuh orang dewasa di desa kami yang disuruh tentara-tentara itu