Page 161 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 161
148 Gubernur Pertama di Indonesia
harus menegakkan dan meneguhkan tekad kita yang satu,
yakni berani menghadapi segala kemungkinan.
Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita
ialah: Lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga
sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris kita
akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak
ultimatum itu. Dalam menghadapi segala kemungkinan besok
pagi, mari kita semua memelihara persatuan yang bulat
antara pemerintah, rakyat, TKR, Polisi dan semua badan-
badan perjuangan pemuda dan rakyat kita.
Mari kita sekarang memohon kepada Tuhan Yang
Mahakuasa, semoga kita sekalian mendapat kekuatan lahir
batin serta rahmat dan taufik dalam perjuangan.
Selamat Berjuang!
Gubernur Soerjo menyampaikan pidatonya dalam nada
serius, mirip gaya pidato Perdana Menteri Inggris Winston Churchill
saat Perang Dunia, sangat berbeda dengan pidato Bung Tomo
sebelumnya yang berapi-api dan berdarah-darah. Pidato Soerjo
terdengar sangat terhormat dan berwibawa. “Namun dia berpidato
39
tanpa bertele-tele dan memahami keinginan rakyat Surabaya untuk
melawan tentara Inggris,” kenang Hario Kecik.
40
Seusai pidato Gubernur Soerjo, Surabaya dicekam semangat
perlawanan yang sangat kuat. Para pemuda di berbagai kampung
bergotong royong membangun basis pertahanan berupa barikade
tumpukan perabotan rumah, rongsokan kendaraan dan barang bekas
lainnya. Meraka coba menahan laju tank dan infanteri Inggris
sehingga membuka celah para pejuang melakukan penyergapan.
Surabaya sedang bersiap menghadapi badai besar.
Tepat jam 06.00 pada 10 November 1945, tentara Inggris
membombardir Surabaya yang berlangsung hingga tengah malam,
diikuti serbuan tank dan infanteri. Akibat penyerbuan besar itu,
ribuan orang tewas seketika, mayoritas rakyat sipil. ”Di Pasar Turi
saja saya menyaksikan gelimpangan mayat berjumlah hingga
ratusan,” ungkap Letnan Kolonel (Purn.) Moekajat, salah seorang
pelaku pertempuran di Surabaya. Dari hari ke hari, Surabaya
41