Page 158 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 158
R. M. T. A. Soerjo 145
hukum.” Pada akhir surat, sang jenderal meminta Gubernur Soerjo
datang ke kantornya pada 9 November 1945.
Gubernur Soerjo membalas kedua surat Mansergh hanya
dalam satu surat tertanggal 9 November 1945. Gubernur menjawab
segala tuduhan Mansergh bahwa pihak Indonesia tidak bermaksud
menunda evakuasi kaum interniran dan prajurit Inggris yang
terkepung di dalam kota. Gubernur juga menyatakan bahwa
pemerintah Indonesia telah mengembalikan mayat-mayat tentara
Inggris dan korban luka kepada induk pasukannya. Tentang
32
Morokrembangan, Gubernur menjelaskan bahwa lapangan udara
tersebut tak pernah diserahkan kepada Inggris. Status lapangan itu
tidak pernah dibahas dalam perundingan dengan Mallaby
sebelumnya. Soerjo juga menyangkal tuduhan Mansergh bahwa para
pejuang Indonesia telah mengambil posisi siap tempur di sekitar
Lapangan Udara Morokrembangan.
Menanggapi surat Mansergh kedua, Gubernur Soerjo
mengingatkan Panglima Inggris untuk Jawa Timur itu kepada
kesepakatan antara Presiden Sukarno dengan Jenderal Hawthorn.
Menurut kesepakatan itu, terdapat dua lokasi di Surabaya yang akan
dijaga oleh tentara Inggris yakni daerah sekitar Darmo dan Tanjung
Perak. Penjagaan berlangsung selama proses pemindahan interniran
dari sekitar daerah itu hingga Tanjung Perak. Jika proses
pemindahan para tawanan telah selesai, pasukan Inggris
dipersilakan mundur ke Tanjung Perak. Gubernur Soerjo juga
memutuskan tidak memenuhi “undangan” ke kantor Mansergh
melainkan mengutus Roeslan Abdulgani, Residen Soedirman, dan
Kundan.
Mansergh pun tidak mengindahkan surat balasan Gubernur
Soerjo. Ia malah mengirim dua pucuk surat lagi; yang pertama
ditujukan kepada R. M. T. A. Soerjo (tanpa embel-embel jabatan
gubernur), dan satu pucuk yang lain lagi dialamatkan kepada seluruh
orang Indonesia di Surabaya. Kedua surat itu berisi pesan yang sama.
Singkatnya, Mansergh menuntut pimpinan pemerintah RI di