Page 159 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 159

146      Gubernur Pertama di Indonesia



            Surabaya,  pemuda,  dan  badan-badan  perjuangan  agar  melaporkan
            diri untuk menyerah kepada Inggris atau Sekutu.
                                                          33
                    Gubernur  Soerjo  tetap  bersikap  tenang  menghadapi  sikap
            sombong  pihak  Inggris.  Ia  tetap  menekankan  kepada  para  stafnya
            untuk  mengikuti  pesan  Presiden  Sukarno.  Diutusnya  lagi  Residen
            Soedirman dan Jenderal Major Mohammad Mangoendiprodjo untuk
            menawarkan  perundingan  dan  meminta  Inggris  mencabut
            ultimatumnya.  Namun  Inggris  menolaknya.  Begitu  pula  utusan
            Gubernur  Soerjo  berikutnya—Roeslan  Abdulgani  dan  Dokter
            Soegiri—ditolak  mentah-mentah  oleh  pihak  Inggris.  “Sepanjang
            sejarah,  British  belum  pernah  membatalkan  sebuah  ultimatum
            militer.  Kini  terserah  sepenuhnya  kepada  tuan-tuan,  bersedia
            memenuhinya  atau  menolaknya.  .  .,”  jawab  seorang  opsir  yang
            menerima Roeslan dan Soegiri.
                                         34
                    Selepas  tengah  hari,  masyarakat  Surabaya  dikejutkan  oleh
            sebuah  pesawat  Inggris  yang  melayang-melayang  di  atas  kota.
            Pesawat  menyebarkan  ribuan  pamflet  yang  ditandatangani  oleh
            Mayor  Jenderal  E.  C.  Mansergh  selaku  Panglima  Tentara  Inggris  di
            Jawa  Timur.  Isi  pamflet  persis  sama  dengan  ultimatum  yang  telah
            diterima Gubernur Soerjo. Disebutkan bahwa semua yang tergolong
            pemimpin  bangsa  Indonesia,  termasuk  para  pemuda,  kepala  polisi
            dan  petugas  radio  diharuskan  melapor  kepada  tentara  Sekutu  dan
            menyerahkan segala jenis senjata yang dimiliki.
                    Tak  pelak,  ultimatum  Inggris  itu  membuat  rakyat  Surabaya
            sangat marah. Begitu “hujan pamflet” reda, nyaris seluruh sudut kota
            Surabaya dipenuhi pemuda dan kelompok bersenjata. Dalam ingatan
            Suhario alias Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Polisi Keamanan
            Rakjat), di sekitarnya berkumpul ratusan pemuda, semua menenteng
            senjata  dan  pistol  otomatis.  “Minimal  mereka  yang  disebut  tidak
            lengkap, membawa granat,” ujar Suhario.  Pertemuan pemuda dan
                                                    35
            kaum  bersenjata  di  Surabaya  memutuskan  mengangkat  Sungkono
            sebagai  Komandan  Pertahanan  Kota  Surabaya  dan  Surachman
            sebagai  Komandan  Pertempuran.  Dari  sinilah  muncul  semboyan
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164