Page 155 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 155
142 Gubernur Pertama di Indonesia
jaminan Sekutu mampu melawan relawan pejuang yang seolah tak
kunjung habis. “Jika ada seorang yang gugur, tempatnya segera
digantikan oleh yang lain. . .,” tulis sejarawan militer Nugroho
Notosusanto.
25
Hingga hari kedua pertempuran, arek-arek Suroboyo telah
menewaskan sekira 400 serdadu Inggris termasuk 16 perwira.
Sejarawan McMillan memiliki versi angka yang berbeda dan seperti
menyindir Sekutu ia menyebutkan, “Karena ‘pamer kekuatan’
menyebabkan 427 nyawa dari suatu pasukan yang memiliki kurang
lebih 4.000 prajurit melayang begitu saja. . ..” Untuk mengatasi
26
situasi yang makin gawat, pihak Inggris terpaksa harus menjilat
ludah sendiri. Dengan menafikan protes dari Belanda, mereka
mengakui secara de facto negara Republik Indonesia dan meminta
bantuan para pemimpin pergerakan yang semula mereka sepelekan.
Komandan Pasukan Sekutu di Asia Tenggara, Jenderal Sir Philip
Christison, segera meminta Sukarno-Hatta meredakan kemarahan
arek-arek Suroboyo yang tak terbendung.
Memenuhi permintaan Christison, pada 29 Oktober,
rombongan Presiden Sukarno bertolak ke Surabaya bersama Menteri
Pertahanan Amir Sjarifoeddin menggunakan pesawat RAF milik
Inggris. Disertai para perwira Inggris, rombongan langsung ke kantor
gubernur untuk berunding dengan Gubernur Soerjo. Di hadapan
Presiden dan Wakil Presiden, para pemimpin Jawa Timur
menjelaskan situasi terakhir di Surabaya kala itu. Mereka
menegaskan tekadnya untuk terus melanjutkan pertempuran, dan
menjamin bahwa mereka tak pernah melanggar perjanjian 26
Oktober. Pengingkaran janji, menurut para pejuang, dilakukan oleh
Inggris atau Sekutu. Secara khusus, Gubernur Soerjo dan Doel
Arnowo meminta Presiden bersikap tegas terhadap Inggris. Begitu
pula pemuda Sutomo, atau Bung Tomo, meminta Sukarno memahami
perasaan rakyat Surabaya. Sukarno bergeming, ia meminta agar
gencatan senjata dijalankan dan kerja sama dengan tentara Inggris
terus dilakukan.
27