Page 215 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 215
I Gusti Ketut Pudja 201
sebagai despot penikmat candu dan penindas rakyat yang hidup
berfoya-foya dari upeti dan pajak, tapi tidak dapat menjamin
keselamatan manusia dan hak milik pribadi. Penguasa kolonial tidak
peduli dengan kesejahteraan rakyat Bali, tetapi mereka ingin
memastikan bahwa ada hukum yang berlaku, penjaga keamanan dan
ketenteraman, dan pengelolaan pajak dan penghasilan yang teratur
7
untuk kepentingan “umum”—yang berarti kepentingan Belanda.
Bali beralih dari masyarakat yang disibukkan oleh
peperangan menjadi masyarakat yang ditata untuk kebutuhan
akumulasi modal dan konsolidasi negara kolonial. Berbeda dengan
raja-raja Jawa yang sudah melalui berbagai percobaan pengelolaan
administrasi pemerintahan sejak VOC mengukuhkan kekuasaannya
8
di Batavia, raja-raja Bali tidak pernah mengalami intervensi terlalu
berarti dalam pengelolaan wilayah kekuasaan mereka. Hingga
Buleleng jatuh, kerajaan-kerajaan di Bali praktis menjalankan
pemerintahan secara mandiri dan hubungan dengan negara kolonial
terbatas pada aneka perjanjian dagang. Bali pada awal abad ke-20, di
satu sisi, berkenalan dengan birokratisasi pemerintahan yang lebih
bersifat legal-rasional, mekanis, dan rumit. Raja-raja tidak lagi
memiliki wewenang politis, tetapi mendapat ruang cukup leluasa
untuk berperan sebagai simbol kultural. Para ksatria di sekeliling
kerajaan tidak lagi memiliki kewajiban berperang, pasukan mereka
didemobilisasi, dan direkrut menjadi pegawai pemerintah Belanda.
9
Di lain sisi, Bali mulai dikenal sebagai pulau magis dengan ragam
kegiatan seni-budaya yang memukau antropolog dan seniman asing
terutama dari Eropa Barat. Pemerintah kolonial melihat potensi
penting keunikan ini. Mereka menggiatkan pariwisata untuk
mengimbangi berita tentang penaklukan Bali yang demikian
berdarah. Bali seakan terbelah antara wilayah yang menjadi pusat
pemerintahan dan perdagangan di sebelah utara dan negeri wisata di
10
sebelah selatan.
Puri Sukasada, tempat Pudja lahir dan besar, merupakan
salah satu rumah pokok bagi cikal bakal Kerajaan Buleleng. Konon,
puri itu dibangun oleh raja pertama Buleleng, Ki Gusti Anglurah Panji
Sakti, sebelum ia mendirikan istana Puri Agung Buleleng di Singaraja.

