Page 217 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 217
I Gusti Ketut Pudja 203
agar seluruh warisannya digunakan untuk menyekolahkan cucu-
14
cucunya hingga lulus sarjana.
Latar belakang ibunda Pudja, Jero Ratna Kusuma, tak kalah
menarik. Ia adalah putri I Nyoman Gempol, perbekel (kepala desa) di
Banjar Jawa, daerah yang terkenal gigih melawan Belanda dan kelak
menjadi pusat pergerakan kaum nasionalis pada masa revolusi.
Mendapat inspirasi dari keberanian para pahlawan Perang Jagaraga,
Gempol ikut memimpin pemberontakan besar yang sangat
mencemaskan pemerintah Belanda di Banjar Jawa pada 1858.
Pemerintah Belanda harus mengerahkan satu batalion untuk
menyerbu Banjar Jawa dan menangkap Gempol dan kawan-
kawannya. Sebagai hukuman ia dibuang ke Padang. Di rantau ia
menikah dengan Sa’adiyah Alimatu, seorang muslimah asli dari
15
Minangkabau. Di Padang pula ia bertemu dengan raja Buleleng ke-
8, Ki Gusti Anglurah Ketut Jelantik alias Anak Agung Padang, yang
dibuang karena dianggap mendukung pemberontakan yang jauh
lebih besar di Banjar Jawa pada 1868. Di kalangan masyarakat
sekitar, Gempol dikenal sebagai ahli kebatinan dan pernah dimintai
nasihat oleh pesilat ternama dari Jawa Timur, Ki Ngabehi
Surodiwiryo, yang belakangan mendirikan perguruan pencak silat
16
Setia Hati. Ketika Gempol dan Sa’adiyah kembali ke Buleleng pada
1897, mereka berkesempatan mendirikan masjid pertama di wilayah
tersebut. Boleh jadi pengalaman merantau dan berkeluarga dengan
suku bangsa lain itulah yang memberi orang tua Pudja, dan kemudian
Pudja sendiri, wawasan berbangsa yang maju dan luas.
Sebagai anak bangsawan, Pudja beruntung dapat menikmati
pendidikan terbaik sepanjang masa sekolahnya. Persis ketika ia
berusia 6 tahun, pada 1914, untuk kali pertama pemerintah kolonial
mendirikan sekolah dasar berbahasa Belanda bagi kaum bumiputra,
Hollandsch Inlandsche School (HIS), di Singaraja. Ayah Pudja pun
segera mendaftarkan putranya ke HIS. Berbeda dengan Sekolah
Angka Loro yang terbuka bagi orang kebanyakan, HIS bersifat
eksklusif. Hanya mereka yang berasal dari keluarga kerajaan atau
bangsawan diperbolehkan bersekolah di HIS. Hierarki sekolah
berdasarkan kelas sosial—dan ras— sengaja dibuat untuk

