Page 222 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 222
208 Gubernur Pertama di Indonesia
datang ke Bali sejak akhir 1920-an. Bali menjadi salah satu tujuan
utama para pelancong mancanegara yang berperjalanan ke Asia
Pasifik, dan turisme semakin mengaburkan struktur represi yang
diciptakan pemerintah kolonial Belanda. Bagi rakyat Bali yang
merasakan kesulitan hidup, raja-raja merekalah pelaku utama
27
penindasan, bukan pemerintah Belanda.
Kedua kebijakan konservatif itu didukung oleh sistem kasta
yang secara kaku sudah ditegakkan terlebih dulu berdasarkan
pemahaman sempit pejabat-pejabat kolonial tentang kebudayaan
Bali dari abad sebelumnya. Walaupun sistem kasta sudah berlaku
sejak zaman kerajaan masih berkuasa penuh, pembagian kerja dan
kekuasaan di antara tiga kasta tertinggi (triwangsa)—brahmana,
ksatria, dan weisa—dan sudra tidak terlalu ketat dan sering kali bisa
dirundingkan. Selain itu, terdapat kelompok masyarakat non-
bangsawan dengan keahlian tertentu, seperti pandai besi dan pekerja
seni, atau klan tua yang berpengaruh dalam hal-hal spiritual yang
tidak dapat serta merta digolongkan sebagai triwangsa atau sudra.
Birokrasi kerajaan terbuka terhadap masuknya orang-orang dari
berbagai kasta tanpa ada pembatasan ketat dalam hal kepantasan
atau keharusan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Pemerintah kolonial yang berusaha mengendalikan
masyarakat Bali kemudian membakukan pemahaman mereka setelah
melakukan konsultasi dengan orang-orang tertentu dari kalangan
triwangsa, terutama kaum brahmana, dan menetapkan secara legal
tugas-tugas sosial dan politik masing-masing golongan. Keputusan
itu berdampak pada pembagian tanah, penetapan pajak, dan
pengaturan kerja bakti untuk puri dan desa (ngayah), termasuk di
dalamnya kerja rodi (corvée) untuk pembangunan infrastruktur
publik. Golongan triwangsa secara otomatis dapat menjadi pegawai
pemerintah tanpa perlu diuji kemampuannya, sementara kelompok
masyarakat lainnya yang dianggap sudra diharuskan untuk
memenuhi berbagai kewajiban kerja kasar yang ditentukan oleh
28
pejabat triwangsa.
Pelaksanaan kebijakan tersebut bukannya tanpa tentangan.
Sebaik-baik upaya pemerintah mencegah gagasan pembaruan

