Page 223 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 223

I Gusti Ketut Pudja      209



               menyebar di Bali, tetap saja ada celah yang dimanfaatkan oleh kaum
               inteligensia, yaitu mereka yang  kembali  dari sekolah di  Jawa dan
               orang-orang Jawa yang bekerja  di Bali sebagai guru, dokter, atau
                               29
               pegawai negeri.   Perlawanan awal muncul dari kalangan non-
               bangsawan terdidik di Singaraja—kebanyakan adalah  guru di
               sekolah-sekolah rakyat—yang bergabung dalam kelompok Surya
               Kanta dan menerbitkan surat kabar dengan nama yang sama pada
                                    30
               pertengahan 1920-an.  Mereka terutama mempersoalkan pemilihan
               pegawai jawatan pemerintah berdasarkan kasta tertinggi, bukannya
               berdasarkan kemampuan dan tingkat pendidikan.
                      Pada 1930-an dan 1940-an, kaum aktivis bermunculan
               dengan semangat nasionalisme  dan kritik terhadap ketidakadilan
               yang diciptakan  sistem kolonial meluas ke soal  pendidikan dan
               ekonomi bagi rakyat kebanyakan. Mereka mendirikan partai politik
               pertama, Parindra (Partai Indonesia Raya), dan berbagai organisasi
               sosial seperti Budi Welas Asih dan  Bali Darma Laksana yang
               membantu rakyat  dengan beasiswa dan penyuluhan. Berdirinya
               sekolah Taman Siswa di bawah pimpinan Ki Wiyono Suryokusumo di
               Denpasar  pada 1933 juga berpengaruh besar bagi perkembangan
                                        31
               gerakan nasionalis di Bali.
                      Pudja berada di tengah kancah perubahan itu namun ia tidak
               menampakkan keterlibatan yang berarti. Ia mungkin saja
               mengetahui perkembangan gerakan nasionalis di Jawa, tetapi ia tidak
               terlibat dalam organisasi-organisasi nasionalis di Bali. Ia bukan
               bagian dari kelompok inteligensia yang  berada  di luar lingkaran
               pangreh praja dan berusaha mendobrak kekolotan budaya aristokrat
               walaupun ia mungkin mengenal gagasan-gagasan mereka melalui
               terbitan yang banyak beredar pada masa itu. Segera setelah tiba di
               Bali pada  awal 1935, Pudja bekerja  secara suka  rela di kantor
               Residen Bali dan Lombok di Singaraja untuk mengawasi Volkscrediet

               Bank  (Bank Perkreditan Rakyat]. Dua tahun kemudian ia
               diperbantukan sebagai tenaga cadangan di Raad van Kerta, lembaga
               peradilan adat  yang menangani  perkara  ringan dan mengatur tata
               tertib kerajaan, di Denpasar. Ia diminta mempersiapkan revisi
               putusan lembaga  peradilan  itu di  seluruh Bali  dan  melakukan
   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227   228