Page 33 - Kelas XI_PPKn_KD 3.2
P. 33
kebesan berpendapat. Masyarakat mampu melakukannya tanpa
ada rasa takut untuk menghadapi resiko, sekalipun mengkritik
pemerintah dengan keras. Sebagai contoh adalah yang
dilakukan oleh Dr. Halim mantan Perdana Menteri yang
menyampaikan surat terbuka dan mengeluarkan semua isi
hatinya dengan kritikan yang sangat tajam terhadap sejumlah
langkah yang dilakukan Presiden Soekarno.
Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-
daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yang
seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan
untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Keenam indikator tersebut merupakan ukuran kesuksesan
pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan parlementer.
Akan tetapi, kesuksesan tersebut tidak berumur panjang.
Demokrasi parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun
seiring dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan
kembali kepada UUD 1945. Presiden menganggap bahwa
demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong, sehingga
beliau menganggap bahwa sistem demokrasi ini telah gagal
mengadopsi nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi
parlementer mengalami kegagalan? Banyak sekali para ahli
mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak
jawaban tersebut, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk