Page 33 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 33

33



                       Abdurrahman  bin   Sultan   Adam  tetapi   meninggal   lebih   dulu   setelah
                       melahirkan   calon   pewaris   kesultanan   Banjar   yang   diberi   nama
                       Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi. Dia cucu Pangeran

                       Amir  yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Pangeran Antasari tidak
                       hanya   dianggap   sebagai   pemimpin   Suku   Banjar,   dia   juga   merupakan
                       pemimpin   Suku   Ngaju,   Maanyan,   Siang,   Sihong,   Kutai,   Pasir,   Murung,
                       Bakumpai   dan   beberapa   suku   lainya   yang   berdiam   di   kawasan   dan
                       pedalaman   atau   sepanjang   Sungai   Barito,   baik   yang   beragama   Islam
                       maupun Kaharingan.
                            Setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu
                       menyandera   Ratu   Siti   (Ibunda   Pangeran   Hidayatullah)   dan   kemudian
                       diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula
                       oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh
                       dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk
                       mengokohkan   kedudukannya   sebagai   pemimpin   perjuangan   melawan
                       penjajah di wilayah Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya),
                       maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278
                       Hijriah, dimulai dengan seruan: “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah”
                            Seluruh rakyat,  para  panglima  Dayak,  pejuang-pejuang,  para  alim
                       ulama   dan   bangsawan-bangsawan   Banjar;   dengan   suara   bulat
                       mengangkat   Pangeran   Antasari   menjadi   "Panembahan   Amiruddin
                       Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan
                       pemuka agama tertinggi.
                            Tidak   ada   alasan   lagi   bagi   Pangeran   Antasari   untuk   berhenti
                       berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran
                       Hidayatullah   kepadanya   dan   bertekad   melaksanakan   tugasnya   dengan
                       rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.
                            Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya
                       menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April
                       1859.   Selanjutnya   peperangan   demi   peperangan   dikomandoi   Pangeran
                       Antasari   di   seluruh   wilayah   Kerajaan   Banjar.   Dengan   dibantu   para
                       panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-
                       pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong,
                       sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
                            Pertempuran   yang   berkecamuk   makin   sengit   antara   pasukan
                       Pangeran   Antasari   dengan   pasukan   Belanda,   berlangsung   terus   di
                       berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari
                       Batavia   dan   persenjataan   modern,   akhirnya   berhasil   mendesak   terus
                       pasukan   Pangeran   Antasari.   Dan   akhirnya   Pangeran   Antasari
                       memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
                            Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah,
                       namun dia tetap pada pendiriannya. Ini tergambar pada suratnya yang
                       ditujukan   untuk  Letnan   Kolonel  Gustave   Verspijck  di   Banjarmasin
                       tertanggal 20 Juli 1861.
                            “...dengan   tegas   kami   terangkan   kepada   tuan:   Kami   tidak   setuju
                       terhadap   usul   minta   ampun   dan   kami   berjuang   terus   menuntut   hak
                       pusaka (kemerdekaan)...”
                            Dalam   peperangan,   Belanda   pernah   menawarkan   hadiah   kepada
                       siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari
                       dengan   imbalan   10.000   gulden.   Namun   sampai   perang   selesai   tidak
                       seorangpun mau menerima tawaran ini.Orang-orang yang tidak mendapat
                       pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
                            1. Antasari dengan anak-anaknya
                            2. Demang Lehman
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38