Page 30 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 30

30




















                            Pertempuran di Pluntaran.
                            Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan
                       Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia
                       sebanyak   8.000   serdadu   berkebangsaan   Eropa,   7.000  pribumi,   dan
                       200.000   orang   Jawa.   Setelah   perang   berakhir,   jumlah   penduduk

                       Yogyakarta menyusut separuhnya.
                            Karena bagi sebagian orang Keraton Yogyakarta Diponegoro dianggap
                       pemberontak,   konon   keturunan   Diponegoro   tidak   diperbolehkan   lagi
                       masuk   ke   keraton   hingga  Sri   Sultan   Hamengkubuwono   IX  memberi
                       amnesti   bagi   keturunan   Diponegoro   dengan   mempertimbangkan
                       semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu
                       Diponegoro dapat bebas masuk keraton, terutama untuk mengurus silsilah
                       bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir. Di sisi lain, sebenarnya Belanda
                       sedang   menghadapi  Perang   Padri  di  Sumatra   Barat.   Penyebab   Perang
                       Paderi adalah perselisihan antara Kaum Padri (alim ulama) dengan Kaum
                       Adat (orang adat) yang mempermasalahkan soal agama Islam, ajaran-
                       ajaran   agama,   mabuk-mabukan,   judi,  maternalisme  dan  paternalisme.
                       Saat inilah Belanda masuk dan mencoba mengambil kesempatan. Namun
                       pada akhirnya Belanda harus melawan baik kaum adat dan kaum paderi
                       yang belakangan bersatu. Perang Paderi berlangsung dalam dua babak:
                       babak I antara 1821-1825, dan babak II.
                            Untuk   menghadapi   Perang   Diponegoro,   Belanda   terpaksa   menarik
                       pasukan   yang   dipakai   perang   di   Sumatra   Barat   untuk   menghadapi
                       Pangeran   Diponegoro   yang   bergerilya   dengan   gigih.   Sebuah   gencatan
                       senjata disepakati pada tahun  1825, dan sebagian besar pasukan dari
                       Sumatra   Barat   dialihkan   ke   Jawa.   Namun,   setelah   Perang   Diponegoro
                       berakhir   (1830),   kertas   perjanjian   gencatan   senjata   itu   disobek,   dan
                       terjadilah Perang Padri babak kedua. Pada tahun 1837 pemimpin Perang
                       Paderi, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap. Berakhirlah Perang Padri.
                            Setelah perang Dipenogoro, pada tahun 1832 seluruh raja dan bupati
                       di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda kecuali bupati Ponorogo Warok
                       Brotodiningrat III, justru hendak menyerang seluruh kantor belanda yang
                       berada   di   kota-kota   karesidenan   Madiun   dan   di   jawa   tengah   seperti
                       Wonogori, karanganyar yang banyak di huni oleh Warok.
                            Dalam catatan Belanda, para Warok yang memiliki skill berperang
                       dan ilmu kebal sangat tangguh bagi pasukan Belanda. Maka dari itu untuk
                       menghindari   yang   merugikan   pihak   Belanda,   terjadinya   sebuah
                       kesepakatan untuk di buatkanlah kantor Bupati di pusat Kota Ponorogo,
                       serta fasilatas penunjang seperti jalan beraspal, rel kereta api, kendaran
                       langsung dari Eropa seperti Mobil, motor hingga sepeda angin berbagai
                       merek, maka tidak heran hingga saat ini kota dengan jumlah sepeda tua
                       terbanyak berada di ponorogo yang kala itu di gunakan oleh para Warok
                       juga.
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35