Page 13 - Kelas X_Bahasa dan Sastra Indonesia_KD 3.8
P. 13

Tengah  malam,  aku  sulit  untuk  memejamkan  mata.  Aku  teringat  tentang

                            mengadu nasib di kota. “Nduk, Ibu sudah memikirkannya. Kamu boleh bekerja di
                            Semarang.”  Kehadiran  Ibu  mengagetkanku. “Tetapi  kamu  harus  tinggal  bersama

                            Bulek Hindun di sana. Katanya dia punya usaha toko kue. Mereka perlu pegawai.”
                            Lanjutnya sumringah.

                                  “Beneran Bu?” tanyaku seolah tak percaya.
                                  “Tadi pagi bulek mu nelpon. Ibu lupa ngasih tahu. Kamu mau?”
                                  “Yulia  mau  Bu,”  Ibu  tersenyum,  ada  perasaan  berekecamuk  di  hatiku.

                            Entahlah yang jelas aku ingin sekali bekerja ke kota.
                                  Keesokan harinya, aku diantar Ibu ke stasiun kereta. Kulihat wajah Ibu tak

                            seceria biasanya. Aku menjadi serba salah, tetap pergi atau menemani Ibu disini.
                            “Apa Ibu akan baik-baik saja selama aku di Semarang?” tanyaku cemas.
                                  “Ibu nggak sendiri kok nduk, ada tetangga yang akan menemani Ibu disini.

                            Justru  Ibu  yang  mengkhawatirkan  kamu.”  Tangan  Ibu  memegang  erat  lengaku.
                            “Kamu  harus  ingat  Yul,  jaga  diri  baik-baik.  Jangan  lupa  sholat.  Kalau  kamu  ada

                            masalah segera pulang. Jangan berlama-lama memendam masalah sendiri.”
                                  Aku mengangguk. “Ibu jangan khawatir. Yulia akan baik-baik saja disana.”
                            Tiba-tiba  kereta  yang  akan  mengantarkanku  ketempat  tujuan  memberi  isyarat

                            akan segera berangkat. Aku memasuki gerbong kereta dengan cekatan.
                                  Penumpang yang lain tak kalah sigapnya denganku. Kami saling berdesak-

                            desakkan.  Ku  lirik  wajah  Ibu  dari  kejauhan.  Terlihat  semburan  kesedihan  di
                            wajahnya. Apakah keputusanku merantau ke kota adalah pilihan tepat? Aku hanya

                            berdoa dan berharap semua akan baik-baik saja. Seperti kata Ibu.
                                                                 ***
                                  Beberapa  bulan  di  Semarang,  aku  mengalami  ketidakberuntungan.  Bulek

                            Hindun yang ku pikir berhati malaikat, ternyata berwujud serigala bererkor tiga.
                            Dia  tak  pernah  bosan  memarahiku  di  depan  pembeli.  Gaji  selama  menjadi

                            pegawainya  hanya  cukup  untuk  makan.  Sisanya  hanya  cukup  untuk  membeli
                            kebutuhan hidup. Aku terkadang ingin pulang dan menangis dipangkuan Ibu. Ingin

                            sekali aku mengatakan bahwa keadaanku tidak begitu baik di Semarang.
                                  Mengingat  raut  wajah  sendu  Ibu,  kuurungkan  niat  untuk  kembali.  Aku
                            teringat  tentang  tawaran  pekerjaan  oleh  seorang  langganan  toko  kue  bulek

                            Hindun,  Bu  Sarah  namanya.  Beliau  menggambarkan  pekerjaannya  tidak  terlalu
                            rumit. Aku hanya perlu duduk manis mempresentasikan produk internet melalui

                            telepon genggam. Siang itu, aku mengantar pesanan Bu Sarah kerumahnya. Tiba di
                            sana, aku terperangah. Rumahnya sangat besar dan terlihat masih baru. Terletak


                       @2020, Direktorat SMA, Direktorat Jendral PAUD, DIKDAS dan DIKMEN                8
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18