Page 15 - Kelas X_Bahasa dan Sastra Indonesia_KD 3.8
P. 15

mereka. Kebetulan di bagian pemasaran, semuanya adalah perempuan.

                                  Roy  Ramantho  Sarwono  adalah  suami  Bu  Sarah.  Postur  tubuhnya  tinggi.
                            Berkacamata, memiliki suara yang khas. Pak Roy sungguh berkhariasmatik. Kira-

                            kira usianya 35 tahun, masih terbilang muda memang. Pak Roy banyak di kagumi
                            karyawati di bagian pemasaran. Karena wajahnya yang rupawan.Seminggu sekali

                            apabila  tidak  ada  kesibukan,  Pak  Roy  mengevaluasi  kami.  Itu  yang  membuat
                            perusahaannya terbilang maju.
                                  Pada  suatu  kesempatan,  aku  berada  di  satu  lift  bersama  Pak  Roy.  Entah

                            darimana awalnya, dia bercerita banyak mengenai perjuangannya hingga berhasil
                            sampai sekarang. Dia mengutarakan kecintaannya pada seni kaligrafi. Sejak saat

                            itu, aku mengagumi Pak Roy secara diam-diam. Dia mengingatkanku pada sosok
                            Bapak.
                                  Pertemanan  kami  berlanjut,  kadang  Pak  Roy  mengajakku  makan  siang

                            bersama  di  luar  tanpa  sepengetahuan  Bu  Sarah.  Dia  berdalih  sangat  menyukai
                            keluwesanku  dalam  bertutur  kata.  Aku  tak  menampik  bahagia  mendengar  itu.

                            Terlebih, Pak Roy memperlakukan ku sangat baik. “Mulai sekarang jangan panggil
                            aku Pak ya! Panggil saja Mas Roy. Terkesan tua kalo Yulia panggil Bapak” Jelasnya.
                            Aku membatin.

                                  Siang itu, kami kembali bertemu. Pak Roy seperti biasa mengajakku makan
                            siang.  Dia  kembalibercerita  mengenai  kehidupan  rumah  tangganya  bersama  Bu

                            Sarah.  “Aku  dan  Sarah  hidup  bersama  12  tahun  lebih  dan  kami  masih  belum
                            dikaruniai anak.” Sesekali dia meneguk teh hijau di depannya. “Mas ingin sekali

                            punya anak Yul.” Lanjutnya. Aku hanya diam sampai ia menghabiskan cerita. “Aku
                            merasa  tak  ada  gunanya  mengumpulkan  uang  sebanyak  mungkin.  Kehadiran
                            seorang anaklah yang aku butuhkan sekarang.” Dia mendekati wajahku, seketika

                            itu jantungku naik turun.
                                  “Bisakah kau memberikannya Yul?” tanyanya. Aku masih diam. “Kalo kamu

                            mau, aku akan memnyekolahkanmu lagi, memberimu kendaraan, deposito, rumah
                            dan apapun yang kamu mau.” percakapan kami terhenti setelah sekretaris Pak Roy

                            menghampiri.
                                                                 ***
                                  Sejak Pak Roy mengutarakan keinginannya memiliki anak dariku. Aku tak

                            pernah  melihatnya  lagi.  Aku  rindu  aroma  tubuhnya,  suaranya  dan  kerlingan
                            matanya setiap kali berkeluh kesah tentang kehidupannya yang kering kerontang.

                            Aku telah bermain api dengan Pak Roy dan melupakan statusnya sebagai suami
                            orang.


                       @2020, Direktorat SMA, Direktorat Jendral PAUD, DIKDAS dan DIKMEN               10
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20