Page 16 - Kelas X_Bahasa dan Sastra Indonesia_KD 3.8
P. 16

Teringat, akan nasihat terakhir Bapak. Aku menjadi merasa bersalah dengan

                            Bu  Sarah.  Bagaimanapun  ia  yang  telah  mengeluarkanku  dari  pekerjaan  sebagai
                            babu di toko kue Buleku sendiri. Pagi itu, Ibu menelpon suaranya payau.

                                  “Malam tadi Ibu mimpi. Kamu menikah dengan Basir. Ibu melihat Bapakmu
                            menangis.” Suara Ibu semakin berat. “Ibu ingin kamu pulang nduk. Ibu takut mimpi

                            itu  kejadian.”  Aku  tak  mengerti  dengan  maksud  Ibu.  Dengan  tenang  aku
                            memberitahu Ibu. Bahwa tak akan terjadi apa-apa denganku. Lalu aku menutup
                            telepon dari Ibu dengan setumpuk pertanyaan.

                                  Di bulan kelima. Wajah serius yang ku rindukan kini berada di ruang lobi
                            bersamaan dengan Bu Sarah. Mereka tampak bahagia. Dengan sebundel undangan

                            masing-masing  di  tangan  mereka.  “Selamat  ya  Pak,  Bu!”  seru  rekan-rekan
                            seprofesiku.
                                  Bu Sarah mendekatiku. “Sudah lama nggak melihat kamu. Kamu berubah ya

                            sekarang?  Kamu  tambah  lebih  segar.”  Aku  agak kikuk  dibuatnya.  “Ini  undangan
                            empat  bulanan  kandungan  Ibu.  Datang  ya!”  dia  tersenyum  hangat.  Seketika  itu,

                            dadaku terasa sesak.
                                  Ku pandangi tubuh Bu Sarah, dia terlihat lebih gemuk. Aura wajahnya tidak
                            seperti  biasanya.  Bu  Sarah  hamil.  Setelah  12  tahun  menanti  seorang  kehadiran

                            anak.  Dari  kejauhan  Pak  Roy  menatapku.  Kami  saling  berpandangan.  Dia
                            tersenyum hambar, aku tak membalasnya.

                                  Tanpa  berpikir  panjang,  aku  keluar  dari  kerumunan  karyawan  yang
                            menyalami  Pak  Roy  dan  Bu  Sarah  satu  persatu.  Sulit  untuk  percaya,  aku

                            mengalami  shok  berat.  Dalam  diam,  aku  menguatkan  tekad  untuk  memenuhi
                            permintaan Ibu. Kembali ke rumah. Tak kuasa aku menahan ini semua sendiri. Di
                            lain  pihak,  aku  bersyukur.  Rindu  terlarang  yang  aku  rasakan  tidak  berakhir  di

                            pelaminan. Setidaknya, aku masih menuruti pesan terakhir Bapak kali ini.
                                                                 -----


                                 Bila kita cermati isi cerita dari Hikayat Bayan Budiman dan cerpen Nasihat

                           Terakhir  Bapak  memiliki  persamaan.  Keduanya  mengisahkan  mengenai  orang
                           ketiga  dalam  hubungan  rumah  tangga  dan  insyafnya  tokoh  karena  nasihat  dari
                           tokoh  lain.  Pada  cerita  Hikayat  Bayan  Budiman  terdapat  tokoh  Bibi  Zainab  yang

                           terpikat  Anak  Raja  Ajam  namun  akhirnya  sadar  dengan  kesalahannya  setelah
                           mendapat  nasihat  melalui  cerita-cerita  dari  Bayan  Budiman.  Sedangkan  pada

                           cerpen  Nasihat  Terakhir  Bapak,  terdapat  tokoh  Yulia  yang  hampir  saja  setuju




                       @2020, Direktorat SMA, Direktorat Jendral PAUD, DIKDAS dan DIKMEN               11
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21