Page 14 - Kelas X_Bahasa dan Sastra Indonesia_KD 3.8
P. 14

di daerah kawasan elite Bukit Sari Semarang. Ku pandangi satu persatu tanaman

                            hias  di  sana.  Ada  angsoka,  bunga  kamboja,  pohon  kaktus  dan  cemara  tinggi
                            menjulang di sekitar rumah. Suasana rumah nampak asri, persis seperti suasana di

                            kampungku.
                                  Ku tekan bel yang ada di depan pagar. “Permisi, Bu Sarah” panggilku lembut.

                            Dengan cekatan seorang perempuan memakai sanggul membukakan pintu pagar.
                                  “Siapa ya Mbak?” tanyanya sopan.
                                  “Saya  Yulia,  mau  nganterin  pesanan  Bu  Sarah.”  Sahutku.  Perempuan  itu

                            mempersilahkanku masuk.
                                  Aku  sudah  mendengar  profil  Ibu  Sarah  dari  Mbok  Mariati.  Pembantu  di

                            rumah  Bulek  Hindun.  Bu  Sarah  adalah  teman  baik  Bulek  Hindun.  Suaminya
                            seorang  pejabat.  Dia  dewan  direksi  di  perusahaan  Telkom  di  Semarang.  "Sudah
                            lama nunggu?” Bu Sarah sudah berada di sampingku.

                                  “Tidak juga Bu.” Jawabku seadanya.
                                  “Bagaimana tawaran Ibu Yul? Mau nggak kerja di perusahaan suami Ibu?”

                            tanyanya tanpa basa-basi.
                                  “Mau sekali Bu.” Bu Sarah tersenyum hangat.
                                  “Kalo begitu, nanti saya akan bicara sama Hindun. Besok kamu datang aja ke

                            kantor.” Dia menyerahkan kartu nama suaminya.
                                  “Baik Bu, oh ya, Ini pesanan kue Ibu.”

                                  “Terima kasih ya sudah mengantarkan. Saya senang, kamu terlihat pekerja
                            keras dan tekun. Oh ya, kamu pernah kuliah?” pertanyaan Bu Sarah kali ini sedikit

                            membuatku kesulitan menjawab.
                                  “Pernah  Bu,  tapi  saya  berhenti  setelah  Bapak  saya  meninggal.”  Aku
                            menunduk.

                                  “Oh ya, kuliah dimana?” tanyanya penasaran.
                                  “STAI bu,” jawabku lesu.

                                  “Maaf ya Yul, Ibu buat kamu sedih ya?” Bu Sarah menepuk pundakku. Dari
                            tutur kata dan perilakunya. Dia terlihat sangat hangat dan lembut. Berbeda jauh

                            dengan Bulek Hindun. Tidak pernah menghargai hasil kerjaku selama ini.
                                                                 ***
                                  Bulan  pertama  bekerja,  aku  sudah  bisa  membantu  keuangan  Ibu.  Hasil

                            pensiunku dari di toko kue Bulek Hindun. Ku pergunakan untuk membeli make-
                            up,  jilbab  baru  dan  beberapa  stel  pakaian.  “Pak  Roy  datang!”  teriak  Winda,

                            karyawati  bertubuh  gempal.  Buru-buru  mereka  merapikan  bedak,  menyisir
                            rambut atau sekedar bercermin. Aku hanya diam melongo memperhatikan tingkah


                       @2020, Direktorat SMA, Direktorat Jendral PAUD, DIKDAS dan DIKMEN                9
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19