Page 38 - MAPOM_Vol6_No1_2024
P. 38

Jendela





                                  Kolaborasi,



                                  Capai Patient Safety



           Oleh   :  Qori Yasinta
           Editor  :  Hendriq Fauzan Kusfanto

           Patient safety atau keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam pelayanan kesehatan yang
           sangat erat kaitannya dengan keamanan obat. Sebagai Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional, peran
           BPOM dalam mengawal dan mengawasi keamanan obat/vaksin beredar di Indonesia sangat vital. Oleh
           karena itu pengawasan keamanan obat beredar melalui aktivitas farmakovigilans harus dilakukan secara
           berkesinambungan.

                 ada 2023, BPOM telah menerima
                 13.156 laporan kejadian tidak
                 diinginkan/efek samping obat/
          Pkejadian ikutan pasca imunisasi
           (KTD/ESO/KIPI) dari tenaga kesehatan
           dan industri farmasi. Dalam kurun
           waktu 5 tahun terakhir (2019--2023)
           terjadi peningkatan jumlah laporan KTD/
           ESO/KIPI yang diterima BPOM. Data
           menunjukan tenaga kesehatan menjadi
           pelapor KTD/ESO/KIPI terbanyak. Tenaga
           kesehatan sebagai garda terdepan di
           sarana pelayanan kesehatan menjadi key
           players yang sangat berperan penting
           dalam pengawasan keamanan obat.
           Selain tenaga kesehatan, industri farmasi
           sebagai pemilik izin edar produk juga
           bertanggung jawab terhadap produk
           yang diedarkan di Indonesia.
              Meskipun tren pelaporan terus
           mengalami peningkatan setiap tahunnya,
           jumlah laporan yang diterima masih
           relatif kecil jika dibandingkan dengan
           jumlah penduduk di Indonesia. Jumlah
           pelaporan yang relatif masih kecil
           tersebut, dapat menggambarkan
           kemungkinan adanya risiko keamanan

           tidak dapat dilakukan tindakan
           pencegahan yang efektif.
              Selama ini kegiatan farmakovigilans
           di praktik pelayanan kesehatan dan
           pelayanan kefarmasian masih bersifat
           pasif dan bergantung kepada partisipasi
           sukarela dari tenaga kesehatan. Hal ini
           menyebabkan Indonesia belum memiliki

           obat dengan berbasis populasi Indonesia.
           Monitoring dan dokumentasi efek
           samping obat yang dilakukan masih
           sebatas upaya internal di masing-masing
           institusi kesehatan dalam menjamin
      36
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43