Page 9 - e-modul bab 10 PAI
P. 9
Hasan sebagaimana dikemukakan Yatim (2008:35) menje-
laskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat
tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin
politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau menyerahkan
persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menen-
tukannya. Kemudian kaum Muhajirin dan Anshar bermusyawarah
hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar As-Shidiq sebagai penggati
Rasulullah.
Dari segi proses, pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah
berdasarkan system baiat atau system demokrasi dengan berdasar
pada al-amru syuro bainahum. Penyelenggaraan pemerintahan pada
masa Abu Bakar bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah (Yatim, 2008:36). Pidato politik
Abu Bakar yang menyatakan bahwa ia bersedia dibetulkan jika ada
kesalahan dalam memimpin menunjukkan bahwa beliau bersikap
demokratis (Syalabi, 2007:196). Kebijakan politik Abu Bakar me-
nunjuk Umar sebagai penggantinya dengan meminta pendapat para
sahabat menunjukkan bahwa asas musyawarah tetap menjadi prinsip
utama dalam suksesi pergantian khalifah (Supriyadi, 2008:76).
Bagi mayoritas Sunni, pemilihan pemimpin selayaknya
dilakukan melalui prosedur syura (konsensus) yang dilakukan oleh
para wakil rakyat dalam satu Majlis Syura (lembaga legislatif).
Pemilihan ini berpijak pada QS. Al-Syura:38 dan Ali Imran:159 yang
menyandarkan pemilihan pada asas musyawarah.
ي ي ي ىر ش ي ي َأو
َ
ُ
ْ ُ َْ
ُ
ْ ُ ْ َ
َ
“…sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka…”
(Q.S. Asy-Syura:38).
Selanjutnya, khalifah Umar bin Khattab dipilih oleh sejumlah
sahabat atas inisiatif Abu Bakar. Pada masa Umar, berlaku sistem
baiat (sistem demokrasi) dalam hal memilih kepala negara dengan
tetap berpegang pada prinsip al-amru syura bainahum (musya-
warah). Sedangkan pemilihan Utsman bin Affan dilakukan dengan
sistem formatur (Ridwan, 2012:273). Pemegang kekuasaan tertinggi
pada masa Utsman berada di tangan khalifah; pemegang dan
pelaksana kekuasaan eksekutif. Adapun kekuasaan legislatif dipegang
oleh Dewan Penasehat atau Majelis Syura. Majelis Syura ini diketuai
oleh Ustman sendiri (Supriyadi, 2008:89-92).
Setelah Utsman terbunuh, kaum Muhajirin dan kaum Anshar
menginginkan Ali sebagai khalifah, tetapi Ali menolak dan mengi-
8