Page 425 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 425

dikuasai kembali oleh ABRI, pasukan-pasukan yang dipergunakan G 30 S mulai
            tidak kompak sehingga kota Semarang pada pukul 10.00 telah berhasil dikuasai
            kembali tanpa terjadi letusan senjata. Kolonel Sahirman dan kawan-kawannya
            melarikan diri ke luar kota dikawal oleh 2 kompi anggota Batalion K lainnya dan

            2 kompi anggota Batalion D dapat disadarkan kembali dari ketelibatannya dalam
            pemberontakan G 30 S. Pada pukul 10.00 hari itu juga Pangdam VII melalui RRI
            mengumumkan  bahwa Pangdam  telah  memegang  kembali  pimpinan  Kodam
            VII/Diponegoro. 44

                  Selanjutnya berturut-turut kota demi kota yang pernah dikuasai oleh pihak
            G 30 S berhasil direbut kembali sehingga pada tanggal 5 Oktober 1965 garis
            komando Kodam VII/Diponegoro telah dipulihkan kembali. Untuk memantapkan
            konsolidasi  slagorde Kodam VII/Diponegoro, pada  tanggal  5 Oktober 1965

            Pangdam VII mengadakan briefing secara simultan dengan komandan peleton
            ke atas, di salatiga, Solo, dan Yogyakarta. Dengan demikian, secara fisik, militer
            pemulihan keamanan dalam jajaran kodam VII/Diponegoro telah selesai. Akan
            tetapi, kemudian timbul gerakan-gerakan pengacauan, sabotase, pemogokan,

            dan pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan massa PKI terhadap golongan
            yang menentang G 30 S. Daerah Jawa Tengah merupakan basis PKI yang kuat,
            itulah antara lain mengapa ketua CC PKI D.N Aidit memilih Jawa Tengan sebagai
            tempat pelariannya. Setelah kudeta di Jakarta gagal, Aidit melarikan diri ke Jawa

            Tengah. 45
                  Untuk  mengatasi  kekacauan  dan  menegakkan  ketertiban  umum,
            Pangdam VII/Diponegoro mendapat bantuan pasukan RPKAD dan Kavaleri yang
            diberangkatkan dari Jakarta tanggal 16 Oktober dan tiba di Semarang tanggal

            19 Oktober 1965. Untuk memperlancar jalannya operasi pembersihan daerah-
            daerah yang paling kacau terutama di Suarakarta, Klaten, dan Boyolali. Pangdan
            VII selaku Pepelrada Jawa Tengah menyatakan bahwa mulai tanggal 26 Oktober
            1965 seluruh daerah Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan

            dalam keadaan perang.  46
                    Untuk  mengintensifkan  gerakan  pembersihan  terhadap  sisa-sisa  G  30
            S di Jawa Tengah,  pada tanggal 1  Oktober  1965  dibentuk  Komando  Operasi


            44   Poesponegoro dan Notosoesanto. Op.Cit h.493
            45   Ibid. h. 493
            46   Ibid. h. 494

                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            421
   420   421   422   423   424   425   426   427   428   429   430