Page 20 - Final Manuskrip Gedong Kirtya Jilid I
P. 20

1.  Berbagai ukuran blangko   AKSARA DAN BAHASA DALAM MANUSKRIP BALI                     Bahasa yang digunakan dalam manuskrip lontar Bali sangat beragam.
 lontar                                                                                   Lontar-lontar yang ditemukan di Bali umumnya menggunakan bahasa
                        Aksara yang dipakai dalam manuskrip lontar Bali umumnya adalah
 2. Teknik memegang alat tulis   aksara Bali. Sangat langka manuskrip di Bali menggunakan aksara   Sansekerta, Jawa Kuno, Jawa Tengahan, dan Bali. Di kalangan orang
 lontar (pangrupak)     Jawa Kuno, meskipun bahasa yang digunakan dalam sebagian besar    Bali sendiri percampuran berbagai bahasa yang dipakai dalam lontar

 3.  Kemiri dan alat yang   manuskrip di Bali adalah bahasa Jawa Kuno. Aksara Bali dikenal   ini sering disederhanakan sebagai bahasa Kawi. Pemakaian bahasa
 digunakan menulis lontar   juga sebagai hanacaraka, merupakan salah satu aksara Nusantara   Jawa Kuno dan Tengahan yang bercampur dengan bahasa Bali yang
 (pangrupak)            yang berkembang di Bali. Varian lain dari aksara ini adalah aksara   tidak terpisahkan dalam lontar Bali ini disebut sebagai Javano-
 1.  3.  4.  Cara menghitamkan tulisan   yang dipakai di Jawa dan Sasak karena memiliki bentuk yang   Balinese oleh Theodore G. Th. Pigeaud. Jenis-jenis lontar babad atau
 menggunakan kemiri bakar  hampir mirip dan sistem penulisan yang juga hampir sama. Para   lontar dengan kandungan “teks sejarah” lebih dominan menggunakan

 5.  Teknik membersihkan   ahli seperti Casparis, Damais, dan Griffith, telah memetakan secara   bahasa Kawi, dengan pendahuluan mantra menggunakan bahasa
                                                                                          Sansekerta, bercampur bahasa Bali.
 sisa arang kemiri setelah   genetik aksara Bali merupakan garis keturunan aksara Pallawa. Asia
 menghitamkan tulisan di   Tenggara pernah berada dalam satu kesatuan beraksara yang disebut
 atas naskah
                        dengan corak Pallawa, yaitu pada abad II sampai dengan VIII Masehi.   SISTEM PENGALIHAKSARAAN DAN CARA BACA
                        Aksara asal India Selatan ini menjadi purwarupa aksara-aksara     TANDA DIAKRITIK
                        Asia Tenggara, seperti aksara Myanmar, Khmer, Lao, Thai, Cam,
                        Batak, Lampung, Kerinci, Ulu, Sunda, Jawa, Bali, Lontaraq, dan    Berkaitan dengan variasi-variasi ejaan yang berdampak pada alih
                        aksara minor lainnya. Aksara-aksara ini sudah memiliki perbedaan   aksara, di bawah ini disertakan beberapa catatan untuk kepentingan
                        bentuk diakibatkan oleh kebutuhan-kebutuhan pemakai aksara yang   memudahkan pembacaan, khususnya untuk pembaca umum yang
                        cenderung berkembang, tidak statis. Muncul modifikasi berupa      tidak berlatar belakang filologi dan ilmu bahasa.
                        pengurangan maupun penambahan komponen aksara yang bertujuan      Sistem pengalihaksaraan dan cara baca tanda diakritik dipakai dalam
                        mengakomodasi keperluan dan cita rasa masyarakat pengguna aksara.  buku ini adalah yang disesuaikan dengan fonologi bahasa Bali, bahwa
 4.                     Aksara Bali sendiri hingga kini masih tetap digunakan oleh        tiada perbedaan bunyi antara ṭ dan t, antara ḍ dan d, atau antara ś, ṣ,

                        masyarakat Bali dalam keseharian kehidupan, baik dalam kehidupan   dan s.
                        formal karena diajarkan dan dipakai di sekolah-sekolah, maupun
                        keseharian adat-religi masyarakat Bali. Di Bali, masyarakat       1.  Simbol-Simbol
                        memandang aksara Bali tidak sebatas sebagai sarana mencatat.      memisahkan aksara b, d, g, k, p, dan t dan gantungan h, untuk
                        Aksara Bali dianggap suci, mistis, menghidupi kehidupan, dan          membedakan aksara tunggal bh, dh, gh, kh, ph, dan th.
                        memaknai kematian. Secara esoterik aksara Bali menjadi bagian
                        integral yang menemani orang Bali semenjak lahir, sakit, mati, hingga   aksara yang ‘dibunuh’ atau dibuat supaya tidak dapat dibaca (dengan
                        pengantar kalepasan atau berjalan menuju alam kematian. Dalam         menulis suku dan ulu sekaligus) atau aksara yang dicoret.
                        keseharian adat-religi, aksara Bali dipakai sebagai sarana menuliskan   (...) nomor halaman yang terdapat dalam lontar.
                        mantra, atau simbol-simbol kekuatan spiritual dalam berbagai
                        rangkaian upacara agama.                                          <<...>> menandakan bagian folio yang rusak.



 2.  5.                                                                                                         KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA          9
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25