Page 16 - Final Manuskrip Gedong Kirtya Jilid I
P. 16
Sinom, Pangkur, Dandanggula dan sebagainya, mempergunakan pajang, sebelum siap dijadikan media tulis. Lontar yang sudah PROSES PEMBUATAN BLANKO LONTAR Daun Lontar Taluh ini ketika kering akan berwarna coklat seperti
bahasa Kawi dan Bali. diproses dan siap ditulisi di Bali umumnya dikenal sebagai blangko. Material naskah lontar-lontar di Bali umum disebut dengan “blangko” kulit telur. Sementara jenis Lontar Belulang dan Lontar Kedis umum
Blangko lontar ini terdapat dua jenis, jenis pertama adalah lempir, digunakan untuk membuat perlengkapan upacara, kerajinan anyaman,
5. Kelompok Babad, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) yaitu blangko lontar tanpa lidi atau tulang daun. Jadi setiap satu lontar, di atas blangko inilah kemudian teks-teks dituliskan. Proses serta atap kandang hewan peliharaan seperti sapi.
Pamancangah, Babad, Usana — kesusastraan yang berisi asal- lembar daun lontar akan menghasilkan 2 lempir media tulis. Lempir pembuatan blangko lontar ini membutuhkan proses yang sangat
usul kekeluargaan dan silsilah; (b) Riwayat yang mengandung ini adalah jenis media tulis yang dominan digunakan untuk menulis. panjang sejak awal bahan baku dipetik hingga siap untuk digunakan Daun lontar yang dipetik untuk dijadikan bahan baku adalah daun
unsur sejarah seperti: Harsawijaya, Panji Wijayakrama, Rangga Pada jenis lempir, penulisan teks dilakukan secara bolak-balik (recto- sebagai media tulis. Prosesing blangko lontar yang baik dan dianggap lontar yang tidak muda dan daun lontar yang tidak kering, daun yang
Lawe (mula berdirinya kerajaan Majapahit), serta riwayat verso) pada satu lembar blangko lontar. Jenis blangko kedua adalah memenuhi standar pembuatan memberikan andil yang sangat besar dipilih adalah daun yang menengah atau dalam istilah pengrajin
runtuhnya kerajaan-kerajaan yang diubah dalam bentuk tembang jenis embat-embatan, jenis ini adalah blangko yang lidi atau tulang dalam menentukan usia maksimal sebuah naskah lontar. Kendatipun disebut panyaja. Posisi daun lontar panyaja ini di tengah-tengah,
seperti: Rusak Buleleng, Rereg Gianyar, Uwug Badung; (c) daunnya tidak dilepaskan. Proses pengerjaan dari bahan awal pun banyak faktor pula yang mempengaruhi usia naskah lontar tersebut di antara daun lontar yang kuncup dan yang kering atau tua. Jenis
Pengeling-eling — catatan-catatan lepas perseorangan, raja-raja, tidak serumit jenis lempir. Embat-embatan ini sistem penulisannya seperti suhu, kelembapan, cara penyimpanan, dan sebagainya. Di Bali daun panyaja ini dipilih karena ketika dipetik dan didiamkan, daun
pendeta, atau leluhur, yang berisi angka tahun dan peristiwa. hingga saat ini masih terdapat pengrajin blangko lontar yang dengan tidak mengkerut. Waktu petik daun lontar adalah ketika musim
sedikit berbeda dengan jenis lempir, penulisan tidak dilakukan pada panas, karena pada musim panas, kandungan air yang terdapat dalam
6. Kelompok Tantri, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Ceritra- setiap halaman media tulis, penulisan dilakukan secara bolak-balik setia melakukan kegiatan produksinya. Para pengrajin ini memberi daun jauh lebih sedikit jika dibandingkan jika pemetikan dilakukan
ceritra dengan induknya berasal dari kesusastraan India Kuno (recto-verso) pada bagian sisi luar blangko, jadi bagian sisi dalam andil besar dalam pelestarian tradisi literasi tradisional di Bali. Proses pada musim hujan. Musim petik daun dilakukan dua kali setahun,
(berbahasa Sansekerta); (b) Tantri Kamandaka; (c) Satwa tidak ditulisi. panjang pembuatan blangko lontar akan dijelaskan tahap demi tahap yaitu antara bulan Maret-April dan bulan akhir Agustus sampai
Pagantihan Bali (Folklore) — ceritra-ceritra rakyat dengan Sebuah manuskrip umumnya terdiri dari beberapa lembar blangko berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ida I Dewa Gede Catra, pertengahan bulan Oktober.
pengaruh Tantri dan ataupun asli Bali. salah seorang pengrajin lontar paling senior di Bali.
lontar yang telah ditulisi, lalu digabung menjadi satu dengan sebuah Proses pemetikan daun lontar dilakukan dengan memanjat langsung
7. Kelompok Lelampahan, meliputi lontar-lontar yang terdiri dari tali pengikat. Pada jenis lempir, penggabungan dilakukan dengan pohon lontar, dan memotong daun-daun yang dianggap sesuai
lakon-lakon yang dipergunakan dalam pertunjukan pertunjukan memberi tali pada bagian tengah lempir yang telah diberi lubang, 1. PEMILIHAN JENIS DAUN LONTAR kebutuhan bahan baku. Karena pohon lontar yang digunakan
gambuh, pementasan wayang, teater arja, dan lain sebagainya. kemudian diikat menjadi satu di antara media jepit yang dikenal Tahap paling awal dari pembuatan blangko lontar adalah pemilihan daunnya relatif tinggi-tinggi, maka proses penurunan daun lontar
dengan cakep. Media jepit atau cakep ini umumnya terbuat dari jenis daun lontar. Di Bali terdapat dua wilayah yang kualitas
Seluruh data pada buku ini adalah manuskrip-manuskrip yang bambu yang dibelah atau kayu yang dibentuk sedemikian rupa yang telah dipetik menggunakan seutas tali. Hal ini dilakukan guna
mengandung “teks sejarah” dalam kelompok 5 (V) pada koleksi dengan panjang dan lebar disesuaikan dengan panjang dan lebar daun lontarnya dianggap paling baik untuk dijadikan bahan baku meminimalisir kerusakan atau robek pada daun lontar yang telah
Gedong Kirtya. Identitas dan penomoran manuskrip dalam buku manuskrip. Pada jenis embat-embatan, penggabungan masing- pembuatan blangko lontar, yaitu pohon lontar yang tumbuh di dipilih.
ini mengikuti alfabet judul dengan menyertakan nomor-nomor masing bagian manuskrip dengan menggunakan tali pada ujungnya wilayah Kabupaten Karangasem bagian timur dan wilayah Kabupaten
yang sistematisasinya mengikuti penomoran kropak (kotak kayu) yang telah diberi lubang. Jembrana bagian barat. Jenis-jenis lontar di Bali oleh masyarakat 2. PENGERINGAN, PEMOTONGAN, DAN
penyimpanan sebagaimana terdapat di Gedong Kirtya. lokal dibedakan menjadi menjadi tiga, yaitu Lontar Taluh (telur),
Manuskrip lontar di Bali umumnya disimpan dalam sebuah kotak Lontar Belulang (kulit binatang), dan Lontar Kedis (burung). MELEPASKAN LIDI
kayu (kropak) untuk jenis lempir, sementara untuk jenis embat- Setiap jenis lontar tersebut dibedakan berdasarkan ciri-ciri daun, di Daun lontar yang telah dipilih dilepaskan dari pelapahnya kemudian
MANUSKRIP LONTAR embatan disimpan dengan cara digantung. Pada masyarakat antaranya ketebalan daun, serat daun, panjang dan lebar daun, serta dikeringkan, dengan cara dijemur di bawah terik sinar matahari
Naskah atau manuskrip lontar adalah tradisi tulis yang ditemukan tradisional pemilik manuskrip, umumnya mereka memiliki ruang warna daun saat sudah kering. Lontar Taluh adalah jenis lontar yang dengan membolak-balikkan seperlunya. Karena daun lontar cukup
persebarannya di India dan Asia Tenggara. Di Indonesia banyak khusus atau tempat khusus untuk menyimpan manuskrip ini. Tempat paling banyak digunakan oleh para pengrajin sebagai bahan baku tebal, maka proses penjemuran awal ini dilakukan selama kurang
ditemukan di Jawa, Madura, Bali dan Lombok, dan kepulauan khusus ini disebut dengan gedong, dan tidak sembarang orang dapat pembuatan blangko lontar. Hal ini karena Lontar Taluh memiliki lebih dua hari. Estimasi waktu ini bisa bertambah jika saat proses
lainnya dalam jumlah terbatas. Manuskrip ini terbuat dari daun mengakses manuskrip yang disimpan pada tempat penyimpanan ukuran daun yang paling ideal baik dari segi panjang maupun lebar, penjemuran sinar matahari tidak terik secara maksimal. Saat
Palmyra atau lontar (Borassus flambifer) dengan proses yang cukup khusus ini. kemudian memiliki helai daun luwes, serta serat daun yang halus. proses penjemuran juga dilakukan, daun lontar dibolak-balik agar
4 KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA 5