Page 13 - Final Manuskrip Gedong Kirtya Jilid I
P. 13

tersebut. Buku dilengkapi dengan alih aksara, terjemahan dan      lontar yang ada di Bali dan Lombok. Van der Tuuk wafat tanggal 17                                           merupakan lontar-lontar pilihan yang proses penyalinannya diawasi   yang beragam, dan memiliki sistem pengelompokan tersendiri untuk
                                     ringkasan isi dari masing-masing manuskrip. Alih aksara dan       Agustus 1888.                                                                                               dengan sangat baik oleh tim kuratorial. Tim kuratorial mengawasi   koleksinya. Gedong Kirtya mengelompokan koleksi manuskripnya
                                     terjemahan dilakukan pada bagian halaman awal dan halaman akhir                                                                                                               sirkulasi penambahan jumlah koleksi Gedong Kirtya sehingga jumlah   menjadi tujuh kelompok, diantaranya sebagai berikut:
                                     manuskrip. Penulisan hasil alih aksara memakai sistem penulisan   Pada kisaran tahun 1928-an, residen pemerintah Belanda di Bali dan                                          dan kualitas lontar yang masuk disesuaikan dengan kebutuhan
                                     dengan menggunakan tanda diakritik yang mengikuti kaidah alih     Lombok yang bernama L.J.J Caron datang ke Bali bertemu dengan                                               akademik dan kebutuhan pelestarian naskah. Tim kuratorial dari    1.  Kelompok Weda, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Weda-
                                     aksara ilmu filologi. Hal ini dilakukan untuk menghadirkan hasil alih   para raja dan tokoh agama untuk berdiskusi mengenai kekayaan sastra                                   Gedong Kirtya diantaranya adalah Dr. R. Ng. Purbacaraka, Dr. W. R.    Weda yang terwariskan di Bali, memakai bahasa Sansekerta,
                                     aksara sesuai dengan bidang ilmu pernaskahan dan berbagai kaidah   (lontar) yang ada di seluruh Bali. Pertemuan tersebut berlangsung                                          Stutterheim, Dr. R. Goris, Dr. Th Pigeaud, Dr. C. Hooykaas, Dr. C.C.   Jawa Kuno dan Bali; (b) Mantra yang menurut perkembangannya
                                     yang berlaku dalam bidang tersebut. Sementara untuk terjemahan    di Kintamani-Bangli pada tanggal 2 Juni 1928 yang melahirkan                                                Berg., Dr. C.J. Grader, dan Walter Spies. Para kurator ini turut pula   berasal dari Jawa dan Bali; (c) Kalpasastra — ajaran, pedoman,
                                     menggunakan sistem penerjemahan harafiah (literal translation),   sebuah yayasan (stiching) tempat penyimpanan manuskrip lontar                                               terlibat dalam pendirian Java Institut di Surakarta dan mendirikan    petunjuk praktis, dan penjelasan fungsi upacara-upacara
                                     hal ini dilakukan mengingat bahasa sumber manuskrip memakai       yang dimotori oleh para peneliti manuskrip dimasa itu, seperti Dr.                                          pula Museum Sana Budaya. Museum Sana Budaya di Jogjakarta juga        keagamaan.
                                     bahasa Jawa Kuno, Jawa Tengahan, dan Bali yang memiliki struktur   R.Ng Purbacaraka, Dr. W.R. Stuterheim, Dr.R Goris, Dr. Th Pigeaud,                                         menyimpan manuskrip lontar Bali.
                                     bahasa yang berbeda dengan struktur bahasa Indonesia sebagai      Dr. C. Hooykaas. Sementara petugas aktif adalah para pendeta dan                                                                                                              2.  Kelompok Agama, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Palakerta
                                     bahasa sasaran. Sementara pada bagian ringkasan isi manuskrip tidak   raja-raja se-Bali dan Lombok secara aktif mendukung kegiatan ini,                                       Para kurator menunjuk penulis-penulis terbaik untuk membuat           yang berisikan tentang peraturan dalam kehidupan sosial dan
                                     lagi dihadirkan berbagai tanda diakritik seperti pada bagian alih   baik bantuan material dan terutama bantuan akses untuk menyalin                                           salinan lontar yang akan menjadi koleksi Gedong Kirtya. Beberapa      kemasyarakatan seperti: Dharmasastra, Kertasima dan Awig-
                                     aksara dan terjemahan teks. Bagian ringkasan teks menggunakan     berbagai manuskrip lontar yang disimpan di rumah penduduk,                                                  nama penulis yang tercatat pernah terlibat dalam penyalin manuskrip   awig; (b) Sesana, buku petunjuk tentang panduan kesucian dan
                                     sistem penulisan standar seperti penulisan dalam bahasa Indonesia   baik kaum bangsawan dan pendeta, yang selama di masa itu sangat                                           pada awal masa-masa pendirian Gedong Kirtya diantaranya adalah I      landasan moral untuk menjalani tugas dan profesi; (c) Niti —
                                     pada umumnya. Tujuannya adalah memudahkan pembaca dalam           mensakralkan koleksi manuskripnya.                                                                          Goesti Bagoes Djelantik, I Wajan Sabda, I Ketoet Kaler, dan I Ktoet   ajaran menyangkut hukum ataupun perundang-undangan yang
                                     memahami isi teks, terlebih yang menjadi target pembaca buku ini   Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, tidak lama kemudian,                                             Kadjeng. Nama-nama penulis atau penyalin naskah dibubuhkan            dipergunakan pada zaman kerajaan.
                                     tidak hanya sebatas kalangan akademisi yang berkiprah di bidang   tanggal 14 September 1928, kelompok ini secara resmi membuka                                                dengan menggunakan aksara latin menggunakan pensil pada lembar    3.  Kelompok Wariga, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Wariga
                                     filologi maupun sejarah, namun diharapkan masyarakat umum secara   sebuah perpustakaan pertama di Bali. Perpustakaan itu bernama                                              halaman pertama setiap lontar koleksi Gedong Kirtya. I Njoman         — pengetahuan tentang astronomi dan astrologi, perhitungan
                                     luas bisa membacanya dengan mudah.                                “Kirtya Lefrink-Van der Tuuk” bertugas mengurusi lontar-lontar                                              Kadjeng, tokoh intelektual Bali yang mumpuni dalam bahasa Jawa        baik-buruk hari untuk dipakai pedoman upakara, perjalanan,

                                                                                                       Bali dan Lombok. Nama “Liefrink” diambil dari seorang asistan                                               Kuno dan fasih berbahasa Belanda, terlibat sebagai kurator Kirtya,    upakara; (b) Tutur — umumnya berbentuk upadesa (petuah
                                                                                                                                                                                                                   sekaligus terlibat dalam penerbitan Mededelingen Kirtya Liefrinck
                                     SEJARAH PENDIRIAN GEDONG KIRTYA                                   resident pemerintah Belanda di Bali yang juga sangat tertarik                                               Van der Tuuk, buletin yang aktif 1929 sampai 1935, edisi-edisinya     berbentuk dialog antara guru dan murid) berisi ajaran filsafat,
                                                                                                       dengan kebudayaan Bali dan Lombok. Sedangkan “Van der Tuuk”                                                                                                                       pengetahuan tentang makrokosmos dan mikrokosmos, kegaiban,
                                     Sejarah berdirinya Gedong Kirtya diawali dari seorang ahli        diambil dari nama seorang ahli linguistik dan sejarawan H.N.Van der                                         padat berisi berbagai kajian, pemetaan, serta alih aksara berbagai    dan membahas hal-hal yang erat hubungannya dengan keagamaan
                                     linguistik bernama H.N. Van der Tuuk datang dan menetap di Bali   Tuuk yang komitmennya selama hampir 40 tahun mengumpulkan,                                                  manuskrip lontar yang penting.                                        secara lebih mendalam; (c) Kanda — tentang ilmu bahasa,
                                     Utara-Singaraja sejak 1850-an. Sebagai seorang linguistik (ahli   menyalin, dan menginventarisasi pustaka lontar Jawa Kuno dan Bali,                                                                                                                bangunan, Mitologi, dan ilmu pengetahuan khusus; (d) Usada —
                                     bahasa Bali, Jawa Kuno, Melayu dan bahasa lainnya), sebelum       dari seluruh pulau Bali dan juga Lombok. Sementara kata ”kirtya”                                            PENGELOMPOKAN MANUSKRIP LONTAR                                        pengobatan tradisional, baik pendekatan herbal dan black magic.
                                     datang ke Bali, ia telah sempat bekerja di Batak sebagai peneliti   diusulkan oleh I Gusti Putu Djelantik, Raja Buleleng ketika itu;
                                     dan ahli bahasa Batak. Van der Tuuk menghabiskan sekitar 40       “kirtya” berakar kata ”kr”, menjadi ”krtya”, sebuah kata dari bahasa                                        GEDONG KIRTYA                                                     4.  Kelompok Itihasa, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Parwa
                                     tahun waktunya untuk mempelajari bahasa Bali dan Jawa Kuno,       Sanskerta yang mengandung “usaha” atau “jerih payah”.                                                       Manuskrip lontar di Bali terdiri dari berbagai jenis dan terbagi      disusun dalam bentuk prosa; (b) Kakawin — tembang dalam
                                     mengoleksi berbagai manuskrip lontar dan salinannya. Dalam                                                                                                                    menjadi beberapa kelompok tertentu. Pengelompokan manuskrip ini       metrum India Kuno dan Jawa Kuno; (c) Kidung — kesusastraan
                                     penelitiannya Van der Tuuk banyak dibantu oleh para sastrawan     Manuskrip lontar yang menjadi koleksi dari Gedong Kirtya umumnya                                            disesuaikan dengan kandungan isi naskah maupun ragam bentuk           yang disusun dengan Tembang Tengahan (Sekar Madya) dengan
                                     kidung, tembang, dan kakawin di Bali. Perjalanan dalam kurun      adalah lontar salinan dari koleksi masyarakat Bali. Lontar yang                                             yang membangun naskah, umumnya ragam bentuk prosa dan                 bahasa Kawi atau Jawa Kuno Tengahan; (d) Geguritan —
                                     waktu 40 tahun tersebut berhasil menghimpun naskah-naskah         menjadi koleksi Gedong Kirtya pada masa awal pendiriannya                                                   tembang. Gedong Kirtya sendiri memiliki koleksi manuskrip lontar      kesusastraan yang disusun dengan tembang macapat seperti



                  2                  KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA                                                                                                                                                                                                                      KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA          3
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18