Page 14 - Final Manuskrip Gedong Kirtya Jilid I
P. 14

tersebut. Buku dilengkapi dengan alih aksara, terjemahan dan   lontar yang ada di Bali dan Lombok. Van der Tuuk wafat tanggal 17   merupakan lontar-lontar pilihan yang proses penyalinannya diawasi   yang beragam, dan memiliki sistem pengelompokan tersendiri untuk
 ringkasan isi dari masing-masing manuskrip. Alih aksara dan   Agustus 1888.   dengan sangat baik oleh tim kuratorial. Tim kuratorial mengawasi   koleksinya. Gedong Kirtya mengelompokan koleksi manuskripnya
 terjemahan dilakukan pada bagian halaman awal dan halaman akhir   sirkulasi penambahan jumlah koleksi Gedong Kirtya sehingga jumlah   menjadi tujuh kelompok, diantaranya sebagai berikut:
 manuskrip. Penulisan hasil alih aksara memakai sistem penulisan   Pada kisaran tahun 1928-an, residen pemerintah Belanda di Bali dan   dan kualitas lontar yang masuk disesuaikan dengan kebutuhan
 dengan menggunakan tanda diakritik yang mengikuti kaidah alih   Lombok yang bernama L.J.J Caron datang ke Bali bertemu dengan   akademik dan kebutuhan pelestarian naskah. Tim kuratorial dari   1.  Kelompok Weda, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Weda-
 aksara ilmu filologi. Hal ini dilakukan untuk menghadirkan hasil alih   para raja dan tokoh agama untuk berdiskusi mengenai kekayaan sastra   Gedong Kirtya diantaranya adalah Dr. R. Ng. Purbacaraka, Dr. W. R.   Weda yang terwariskan di Bali, memakai bahasa Sansekerta,
 aksara sesuai dengan bidang ilmu pernaskahan dan berbagai kaidah   (lontar) yang ada di seluruh Bali. Pertemuan tersebut berlangsung   Stutterheim, Dr. R. Goris, Dr. Th Pigeaud, Dr. C. Hooykaas, Dr. C.C.   Jawa Kuno dan Bali; (b) Mantra yang menurut perkembangannya
 yang berlaku dalam bidang tersebut. Sementara untuk terjemahan   di Kintamani-Bangli pada tanggal 2 Juni 1928 yang melahirkan   Berg., Dr. C.J. Grader, dan Walter Spies. Para kurator ini turut pula   berasal dari Jawa dan Bali; (c) Kalpasastra — ajaran, pedoman,
 menggunakan sistem penerjemahan harafiah (literal translation),   sebuah yayasan (stiching) tempat penyimpanan manuskrip lontar   terlibat dalam pendirian Java Institut di Surakarta dan mendirikan   petunjuk praktis, dan penjelasan fungsi upacara-upacara
 hal ini dilakukan mengingat bahasa sumber manuskrip memakai   yang dimotori oleh para peneliti manuskrip dimasa itu, seperti Dr.   pula Museum Sana Budaya. Museum Sana Budaya di Jogjakarta juga   keagamaan.
 bahasa Jawa Kuno, Jawa Tengahan, dan Bali yang memiliki struktur   R.Ng Purbacaraka, Dr. W.R. Stuterheim, Dr.R Goris, Dr. Th Pigeaud,   menyimpan manuskrip lontar Bali.
 bahasa yang berbeda dengan struktur bahasa Indonesia sebagai   Dr. C. Hooykaas. Sementara petugas aktif adalah para pendeta dan   2.  Kelompok Agama, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Palakerta
 bahasa sasaran. Sementara pada bagian ringkasan isi manuskrip tidak   raja-raja se-Bali dan Lombok secara aktif mendukung kegiatan ini,   Para kurator menunjuk penulis-penulis terbaik untuk membuat   yang berisikan tentang peraturan dalam kehidupan sosial dan
 lagi dihadirkan berbagai tanda diakritik seperti pada bagian alih   baik bantuan material dan terutama bantuan akses untuk menyalin   salinan lontar yang akan menjadi koleksi Gedong Kirtya. Beberapa   kemasyarakatan seperti: Dharmasastra, Kertasima dan Awig-
 aksara dan terjemahan teks. Bagian ringkasan teks menggunakan   berbagai manuskrip lontar yang disimpan di rumah penduduk,   nama penulis yang tercatat pernah terlibat dalam penyalin manuskrip   awig; (b) Sesana, buku petunjuk tentang panduan kesucian dan
 sistem penulisan standar seperti penulisan dalam bahasa Indonesia   baik kaum bangsawan dan pendeta, yang selama di masa itu sangat   pada awal masa-masa pendirian Gedong Kirtya diantaranya adalah I   landasan moral untuk menjalani tugas dan profesi; (c) Niti —
 pada umumnya. Tujuannya adalah memudahkan pembaca dalam   mensakralkan koleksi manuskripnya.   Goesti Bagoes Djelantik, I Wajan Sabda, I Ketoet Kaler, dan I Ktoet   ajaran menyangkut hukum ataupun perundang-undangan yang
 memahami isi teks, terlebih yang menjadi target pembaca buku ini   Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, tidak lama kemudian,   Kadjeng. Nama-nama penulis atau penyalin naskah dibubuhkan   dipergunakan pada zaman kerajaan.
 tidak hanya sebatas kalangan akademisi yang berkiprah di bidang   tanggal 14 September 1928, kelompok ini secara resmi membuka   dengan menggunakan aksara latin menggunakan pensil pada lembar   3.  Kelompok Wariga, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Wariga
 filologi maupun sejarah, namun diharapkan masyarakat umum secara   sebuah perpustakaan pertama di Bali. Perpustakaan itu bernama   halaman pertama setiap lontar koleksi Gedong Kirtya. I Njoman   — pengetahuan tentang astronomi dan astrologi, perhitungan
 luas bisa membacanya dengan mudah.  “Kirtya Lefrink-Van der Tuuk” bertugas mengurusi lontar-lontar   Kadjeng, tokoh intelektual Bali yang mumpuni dalam bahasa Jawa   baik-buruk hari untuk dipakai pedoman upakara, perjalanan,

 Bali dan Lombok. Nama “Liefrink” diambil dari seorang asistan   Kuno dan fasih berbahasa Belanda, terlibat sebagai kurator Kirtya,   upakara; (b) Tutur — umumnya berbentuk upadesa (petuah
                        sekaligus terlibat dalam penerbitan Mededelingen Kirtya Liefrinck
 SEJARAH PENDIRIAN GEDONG KIRTYA  resident pemerintah Belanda di Bali yang juga sangat tertarik   Van der Tuuk, buletin yang aktif 1929 sampai 1935, edisi-edisinya   berbentuk dialog antara guru dan murid) berisi ajaran filsafat,
 dengan kebudayaan Bali dan Lombok. Sedangkan “Van der Tuuk”                                  pengetahuan tentang makrokosmos dan mikrokosmos, kegaiban,
 Sejarah berdirinya Gedong Kirtya diawali dari seorang ahli   diambil dari nama seorang ahli linguistik dan sejarawan H.N.Van der   padat berisi berbagai kajian, pemetaan, serta alih aksara berbagai   dan membahas hal-hal yang erat hubungannya dengan keagamaan
 linguistik bernama H.N. Van der Tuuk datang dan menetap di Bali   Tuuk yang komitmennya selama hampir 40 tahun mengumpulkan,   manuskrip lontar yang penting.  secara lebih mendalam; (c) Kanda — tentang ilmu bahasa,
 Utara-Singaraja sejak 1850-an. Sebagai seorang linguistik (ahli   menyalin, dan menginventarisasi pustaka lontar Jawa Kuno dan Bali,   bangunan, Mitologi, dan ilmu pengetahuan khusus; (d) Usada —
 bahasa Bali, Jawa Kuno, Melayu dan bahasa lainnya), sebelum   dari seluruh pulau Bali dan juga Lombok. Sementara kata ”kirtya”   PENGELOMPOKAN MANUSKRIP LONTAR   pengobatan tradisional, baik pendekatan herbal dan black magic.
 datang ke Bali, ia telah sempat bekerja di Batak sebagai peneliti   diusulkan oleh I Gusti Putu Djelantik, Raja Buleleng ketika itu;
 dan ahli bahasa Batak. Van der Tuuk menghabiskan sekitar 40   “kirtya” berakar kata ”kr”, menjadi ”krtya”, sebuah kata dari bahasa   GEDONG KIRTYA  4.  Kelompok Itihasa, meliputi lontar-lontar yang berisi: (a) Parwa
 tahun waktunya untuk mempelajari bahasa Bali dan Jawa Kuno,   Sanskerta yang mengandung “usaha” atau “jerih payah”.   Manuskrip lontar di Bali terdiri dari berbagai jenis dan terbagi   disusun dalam bentuk prosa; (b) Kakawin — tembang dalam
 mengoleksi berbagai manuskrip lontar dan salinannya. Dalam   menjadi beberapa kelompok tertentu. Pengelompokan manuskrip ini   metrum India Kuno dan Jawa Kuno; (c) Kidung — kesusastraan
 penelitiannya Van der Tuuk banyak dibantu oleh para sastrawan   Manuskrip lontar yang menjadi koleksi dari Gedong Kirtya umumnya   disesuaikan dengan kandungan isi naskah maupun ragam bentuk   yang disusun dengan Tembang Tengahan (Sekar Madya) dengan
 kidung, tembang, dan kakawin di Bali. Perjalanan dalam kurun   adalah lontar salinan dari koleksi masyarakat Bali. Lontar yang   yang membangun naskah, umumnya ragam bentuk prosa dan   bahasa Kawi atau Jawa Kuno Tengahan; (d) Geguritan —
 waktu 40 tahun tersebut berhasil menghimpun naskah-naskah   menjadi koleksi Gedong Kirtya pada masa awal pendiriannya   tembang. Gedong Kirtya sendiri memiliki koleksi manuskrip lontar   kesusastraan yang disusun dengan tembang macapat seperti



 2  KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA                                                            KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA          3
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19