Page 19 - Final Manuskrip Gedong Kirtya Jilid I
P. 19
1. Berbagai ukuran blangko AKSARA DAN BAHASA DALAM MANUSKRIP BALI Bahasa yang digunakan dalam manuskrip lontar Bali sangat beragam.
lontar Lontar-lontar yang ditemukan di Bali umumnya menggunakan bahasa
Aksara yang dipakai dalam manuskrip lontar Bali umumnya adalah
2. Teknik memegang alat tulis aksara Bali. Sangat langka manuskrip di Bali menggunakan aksara Sansekerta, Jawa Kuno, Jawa Tengahan, dan Bali. Di kalangan orang
lontar (pangrupak) Jawa Kuno, meskipun bahasa yang digunakan dalam sebagian besar Bali sendiri percampuran berbagai bahasa yang dipakai dalam lontar
3. Kemiri dan alat yang manuskrip di Bali adalah bahasa Jawa Kuno. Aksara Bali dikenal ini sering disederhanakan sebagai bahasa Kawi. Pemakaian bahasa
digunakan menulis lontar juga sebagai hanacaraka, merupakan salah satu aksara Nusantara Jawa Kuno dan Tengahan yang bercampur dengan bahasa Bali yang
(pangrupak) yang berkembang di Bali. Varian lain dari aksara ini adalah aksara tidak terpisahkan dalam lontar Bali ini disebut sebagai Javano-
1. 3. 4. Cara menghitamkan tulisan yang dipakai di Jawa dan Sasak karena memiliki bentuk yang Balinese oleh Theodore G. Th. Pigeaud. Jenis-jenis lontar babad atau
menggunakan kemiri bakar hampir mirip dan sistem penulisan yang juga hampir sama. Para lontar dengan kandungan “teks sejarah” lebih dominan menggunakan
5. Teknik membersihkan ahli seperti Casparis, Damais, dan Griffith, telah memetakan secara bahasa Kawi, dengan pendahuluan mantra menggunakan bahasa
Sansekerta, bercampur bahasa Bali.
sisa arang kemiri setelah genetik aksara Bali merupakan garis keturunan aksara Pallawa. Asia
menghitamkan tulisan di Tenggara pernah berada dalam satu kesatuan beraksara yang disebut
atas naskah
dengan corak Pallawa, yaitu pada abad II sampai dengan VIII Masehi. SISTEM PENGALIHAKSARAAN DAN CARA BACA
Aksara asal India Selatan ini menjadi purwarupa aksara-aksara TANDA DIAKRITIK
Asia Tenggara, seperti aksara Myanmar, Khmer, Lao, Thai, Cam,
Batak, Lampung, Kerinci, Ulu, Sunda, Jawa, Bali, Lontaraq, dan Berkaitan dengan variasi-variasi ejaan yang berdampak pada alih
aksara minor lainnya. Aksara-aksara ini sudah memiliki perbedaan aksara, di bawah ini disertakan beberapa catatan untuk kepentingan
bentuk diakibatkan oleh kebutuhan-kebutuhan pemakai aksara yang memudahkan pembacaan, khususnya untuk pembaca umum yang
cenderung berkembang, tidak statis. Muncul modifikasi berupa tidak berlatar belakang filologi dan ilmu bahasa.
pengurangan maupun penambahan komponen aksara yang bertujuan Sistem pengalihaksaraan dan cara baca tanda diakritik dipakai dalam
mengakomodasi keperluan dan cita rasa masyarakat pengguna aksara. buku ini adalah yang disesuaikan dengan fonologi bahasa Bali, bahwa
4. Aksara Bali sendiri hingga kini masih tetap digunakan oleh tiada perbedaan bunyi antara ṭ dan t, antara ḍ dan d, atau antara ś, ṣ,
masyarakat Bali dalam keseharian kehidupan, baik dalam kehidupan dan s.
formal karena diajarkan dan dipakai di sekolah-sekolah, maupun
keseharian adat-religi masyarakat Bali. Di Bali, masyarakat 1. Simbol-Simbol
memandang aksara Bali tidak sebatas sebagai sarana mencatat. memisahkan aksara b, d, g, k, p, dan t dan gantungan h, untuk
Aksara Bali dianggap suci, mistis, menghidupi kehidupan, dan membedakan aksara tunggal bh, dh, gh, kh, ph, dan th.
memaknai kematian. Secara esoterik aksara Bali menjadi bagian
integral yang menemani orang Bali semenjak lahir, sakit, mati, hingga aksara yang ‘dibunuh’ atau dibuat supaya tidak dapat dibaca (dengan
pengantar kalepasan atau berjalan menuju alam kematian. Dalam menulis suku dan ulu sekaligus) atau aksara yang dicoret.
keseharian adat-religi, aksara Bali dipakai sebagai sarana menuliskan (...) nomor halaman yang terdapat dalam lontar.
mantra, atau simbol-simbol kekuatan spiritual dalam berbagai
rangkaian upacara agama. <<...>> menandakan bagian folio yang rusak.
2. 5. KHAZANAH MANUSKRIP SEJARAH KOLEKSI GEDONG KIRTYA 9