Page 37 - New Final HS Mutahar
P. 37

24 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati


                 ternyata isinya berbagai macam kue. Sambil mengucapkan terima kasih
                 kepada si ajudan, Mutahar tersenyum.

                     ”Dasar wong gendeng (orang gila), bar nesu (habis marah) ngirimi kue,
                 ya sering-sering aja marah biar giziku terjamin,” kata Mutahar dalam hati.
                 Pada keesokan harinya, Mutahar kembali bertemu dengan Bung Karno,
                 yang wajahnya sumringah. Mutahar segera mendekat dan mengatakan:
                 ”Bung, kalau masih mau marah sama saya, silakan. Tapi jangan lupa
                 kuenya dikirim lagi.” Bung Karno tertawa keras. ”Mut, kamu tahu kenapa
                 saya marah?” Aku menjawab, ”Ya nggak tahulah. Wong Bapak marahnya
                 banyak sekali, jadi saya nggak ingat.”  Bung Karno menjawab: ”Makanya
                 aku panggil kamu untuk aku marahi, karena aku tahu kamu pasti tutupi
                 kupingmu dengan kapas biar nggak dengar omonganku,” kata Bung
                 Karno sambil ngeloyor pergi.




                 2. Husein Mutahar dan Suharto
                 Berbeda dengan Sukarno, Presiden Suharto lahir dan besar di Yogyakarta
                 dan sekitarnya. Begitu juga selama masa perjuangan, ia banyak berkiprah
                 di tanah kelahirannya. Maka tak aneh jika sifatnya lembut. Kultur Jawanya
                 sangat kental, tutur katanya halus dan pandai menyimpan perasaan.
                 Kalau menegur pasti menggunakan krama halus, dan sebagai orang Jawa
                 suka memakai bahasa simbol yang lebih sulit untuk dipahami.

                     Masih terkenang dalam ingatan Sukari, seorang adik binaan Mutahar,
                 dalam  wawancaranya  menceritakan  bahwa  Husein  Mutahar  pernah
                 menyampaikan  pengalamannya  ketika  pada  tahun  1948,  Yogyakarta
                 diserang oleh Belanda melalui Agresi Militer II. Presiden Sukarno bertemu
                 Wakil  Presiden  Mohammad  Hatta,  Sri  Sultan  Hamengkubuwono  IX,
                 menteri-menteri lainnya, dan disitu ada pula Mutahar selaku ajudan.
                 Dalam  keadaan  terkepung  itu,  terjadilah suatu  perundingan,  apakah
                 sebaiknya mengambil sikap menyerah atau tetap berperang. Pada
                 akhirnya Presiden Sukarno memutuskan lebih baik menyerah supaya ada
                 kesempatan bangsa Indonesia untuk bangkit nantinya. Untuk itu, lalu
                 siapa yang diminta untuk menyerah? ditunjuklah Mutahar yang waktu
                 itu menjadi ajudan Presiden Sukarno ditemani oleh Mayor Sugandhi
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42