Page 49 - Menabung_Ebook
P. 49
2. Perniagaan dan Kehidupan Kota
Perdagangan
Data tentang perdagangan, khususnya di tingkat lokal, dapat diketahui dalam sumber
prasasti. Transaksi jual-beli umumnya terjadi di pasar (pkan) yang berlangsung secara
bergilir mengikuti sistem pertanggalan lima hari seminggu (pancawara). Dalam tatanan
itu satu desa di pusat (sebagai desa induk) dikelilingi oleh 4 empat desa di keempat mata
angin utama. Dengan mengikuti siklus pasar pancawara, setiap desa yang termasuk dalam
sebuah panatur desa sekurang-kurangnya sekali dalam lima hari akan menjadi tempat Menabung Membangun Bangsa
pertukaran barang. Satu siklus perputaran itu dalam bahasa Jawa sekarang disebut dengan
istilah sepasar.
Jika dilihat secara hierarkis, empat pasar desa-anak dalam siklus pasar pancawara
mungkin dapat dipandang sebagai pusat pengumpulan barang pada tingkat pertama.
Sementara itu, pasar desa-induk yang ada di tengah berfungsi sebagai pusat pengumpulan
barang pada tingkatan yang lebih tinggi. Di tempat itu barang-barang akan ditemukan
dalam jumlah dan variasi yang lebih besar daripada barang-barang yang diperjualbelikan
di keempat pasar desa-anak yang mengelilinginya. Hal itulah yang menjelaskan alasan
sumber prasasti dan data etnografi menegaskan bahwa transaksi jual beli paling ramai
terjadi pada hari kelima, yaitu kaliwuan. Di atasnya lagi terdapat pasar yang lebih tinggi
dengan jaringan yang lebih luas. Tatanan seperti di atas mengandung asumsi bahwa pasar
pancawara memiliki dua tingkatan, yang pertama menyatukan empat desa-anak dan
sebuah desa-induk, sedangkan tingkatan kedua yang lebih tinggi menyatukan sejumlah
desa-induk (tidak diketahui jumlahnya) atau desa-anak yang berkembang ke dalam satu
sistem pasar yang lebih luas.
Dapat diperkirakan bahwa salah satu lokasi yang dapat dimasukkan dalam kategori
pasar pancawarna terletak di daerah strategis, misalnya di persimpangan jalan, baik jalan
darat maupun jalan air (terutama di daerah delta sungai). Kemungkinan lain adalah di
pelabuhan-pelabuhan yang tidak terlalu besar.
Masih ada lagi kemungkinan adanya pasar yang lebih besar yang menjadi pusat
pertukaran utama dalam sistem perekonomian kerajaan. Di Jawa, lokasi pasar jenis itu
mungkin terdapat di pelabuhan-pelabuhan pantai utara, tetapi dapat pula ditemukan di 39
daerah-daerah yang lebih ke arah hulu, yaitu di pelabuhan-pelabuhan sungai. Sumber
prasasti memberikan indikasi adanya pelabuhan, baik di daerah pedalaman maupun di
daerah pantai. Prasasti Kamalagyan (1037 M), misalnya, menyebutkan adanya Pelabuhan
Hujung Galuh yang banyak didatangi oleh para pedagang dari pulau wilayah Nusantara
(dwipantara) yang disebut dengan istilah puhawang. Ahli epigrafi de Casparis (1958)
menduga tempat tersebut terletak di daerah hulu di dekat Mojokerto.
Adapun prasasti tahun 1050 yang ditemukan di dekat Tuban menyebutkan adanya
usaha perbaikan pelabuhan di Kembang Putih. Adanya temuan keramik Cina pada periode
itu di pengairan Tuban merupakan indikasi bahwa nama Kembang Putih mungkin mengacu