Page 52 - Menabung_Ebook
P. 52
3. Tradisi Menabung di Dalam Celengan
Tradisi menabung dalam arti terbatas, yaitu menyimpan uang di dalam wadahberongga
yang kita kenal dengan sebutan celengan, mulai dikenal pada masa Kerajaan Majapahit.
Kerajaan itu mencapai puncak perkembangannya pada abad ke-14. Kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan Hindu-Buddha paling maju dalam sejarah organisasi negara kuno di
Indonesia. Kerajaan ini tidak hanya mampu mengembangkan infrastruktur pertanian yang
canggih dengan capaian dalam bidang irigasi,tetapi juga waduk dan tandon air dan saluran
irigasi.
Majapahit juga merupakan kerajaan yang mampu menarik banyak pedagang asing
untuk berniaga di pusat-pusat komersial, baik di daerah pesisir utara Jawa Timur maupun
di wilayah pedalaman, termasuk di ibukota kerajaan. Kerajaan itujuga mempraktikkan
penggunaan mata uang logam dalam kehidupan ekonominya, baik mata uang yang
diciptakan sendiri maupun yang didatangkan dari negara lain. Capaian lain adalah
diterapkannya aturan hukum tertulis yang digunakan untuk mengatur berbagai persoalan.
Adanya bukti bahwa menabung uang di dalam celengan di pusat kota Majapahit
merupakan indikasi upaya mengantisipasi permasalahan ekonomi tidak hanya diprakarsai
oleh negara, tetapi juga muncul dari kesadaran penduduknya. Mengapa tradisi menabung
dalam celengan muncul padamasyarakat Majapahit? Pertanyaan itu perlu dikemukakan
karena ada asumsi bahwa tradisi itu tidak muncul secara serta-merta, tetapi karena ada
Menabung Masa Pramodern dahulu dipahami aspek lain yang mendorong munculnya tradisi menabung. Setidaknya ada
prakondisi yang menyebabkan hal itu. Untuk menjawab persoalan itu,kiranya perlu terlebih
3 faktor yang perlu dikemukakan mengenai halitu, yakni (a) konsepsi masyarakat tentang
harta dan kakayaan yang diekspresikan dalam perilaku, (b) penggunaan mata uang logam
sebagai alat transasi, dan (c) fungsi gerabah sebagai tempat menyimpan.
a. Konsep tentang Harta dan Kekayaan
Menabung di dalam celengan bukanllah sebuah aktivitas menyimpan benda
semata, melainkan menyimpan objek yang memiliki makna ekonomi. Berpikir tentang
ekonomi dapat dimaknai bentuk penghargaan pada kehidupan duniawi. Fakta ini cukup
42 mengherankan karena dalam tradisi Hindu dan Buddha harta tidak diangap sebagai hal
yang utama. Namun, dalam kenyataan sesuatu yang bersifat duniawi memang menggoda.
Bahkan, dalam kehidupan keagamaan tersedia pula ritual-ritual keagamaan yang ditujukan
bagi kepentingan para penganut agama yang memiliki orientasi pada aktivitas perniagaan,
atau aktivitas duniawi.
Dalam kasus itu perlu dikemukakan bahwa masa kerajaan Hindu Buddha di Jawa juga
mengenal tradisi pemujaan pada dewa kekayaan, bahkan jauh sebelum kerajaan Majapahit
muncul. Kalau mengingat hal itu, berkaitan dengan gagasan tentang harta dan kekayaan,
kiranya perlu diuraikan keyakinan keagamaan bisa menjadi landasan bagi kelompok