Page 83 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 83

Tetapi bagaimanakah secara kultural   Islamisasi hanya terjadi di pinggiran   tasawuf, yang mempersoalkan   sajak Hamzah Fansuri mengalami
 bisa diterangkan bahwa perubahan yang   pusat kekuasaan tetapi dalam perjalanan   hubungan manusia dengan Hakikat   kemunduran setelah berbagai corak
 paling fundamental dalam kehidupan   waktu Islam malah menjadi landasan   Yang Tertinggi dan Abadi dan    tarekat bermunculan, tetapi di Jawa
 itu harus terjadi? Dalam hal ini kitapun   formal dari kekuasan.  kedua, perumusan sistem otoritas serta   renungan ini berlanjut dalam sastra
 akan selalu berhadapan dengan kasus   landasan kekuasan. Kasus legendaris   suluk.
 betapa ingatan tentang masa lalu   “Gelombang” kedua dari arus dinamika   tentang Syekh Siti Jenar yang dihukum
 mengalami transformasi. Ketika ingatan   Islam ini sangat menentukan. Dalam   para Wali Sanga dan peristiwa historis   Dalam “gelombang” kedua ini,
 itu telah dituliskan maka proses mitologi   dinamika “gelombang” inilah proses   mengenai pembakaran kitab-kitab   teori kekuasaan yang bertolak dari
 pun telah terjadi begitu saja. Atau, ketika   Islamisasi dari pemahaman tentang   Hamzah Fansuri dan Syamsuddin   pendekatan sufistik mulai dirumuskam.
 peristiwa konversi itu telah terlepas   realitas dalam pengalaman keseharian   as-Sumatrani di Aceh abad 17   “Negara” (tentu saja dalam bentuk
                                                    Kerajaan) tidaklah sekadar refleksi dari
 mulai dijalankan. Maka visi Islam pun
 dari ingatan kolektif maka yang tinggal   memperlihatkan betapa renungan
 hanyalah kisah yang dihasilkan oleh   tampil sebagai prisma dalam melihat   sufistik bisa bertabrakan dengan sistem   kedirian sang raja tetapi adalah pula
 proses mitologisasi. Bukankah mitos bisa   dan memahami realitas. Begitulah   otoritas yang sah. Ajaran wahdatul   pranata yang menjadi wadah bagi
 pusaka lama yang animistik dan
                                                    terwujudnya kesatuan yang harmonis
 muncul ketika asal-usul dari sesuatu   wujud dari Syekh Siti Jenar tidak terlalu
 yang sedemikian dominan dalam   Hinduistik pun setahap demi setahap   jelas disalahkan oleh para wali, tetapi   antara “raja” dan “rakyat” dan antara
 semakin ditransformasikan ke dalam
                                                    makhluk dan Khalik. Pangkal dari
 kehidupan sosial sudah terlupakan   sistem pemikiran dan kesadaran   kenyataan sosial menunjukkan akibat   segala kebaikan dan kesentosaan
 atau telah samar-samar berada dalam   Islam dan bahkan tidak pula jarang   ajarannya itu “masjid menjadi lengang”.   kemasyakatan ialah terwujudnya
 ingatan sosial ? Karena itu tidaklah perlu   “dipahami” pula sebagai sesuatu yang   Dengan kata lain ajaran Syekh Siti Jenar   secara utuh suasana sosial-politik yang
 diherankan kalau setiap kesatuan etnis-  sejak awal telah bersifat Islami. Dari   telah menimbulkan perpecahan sosial.   adil–“sehari perbuatan adil sama nilainya
 kultural dan bahkan nyaris setiap pusat   sudut doktrin arus dari dinamika   Ajarannya telah melanggar keutuhan   dengan enam puluh kali naik haji”.
 kekuasaan mempunyai mitos-konversi   kesadaran ini adalah saatnya ketika   sistem otoritas yang berlaku. Hamzah
 yang yang telah berfungsi sebagai   cleavage, jurang, antara folk-religion—  Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani   Barangkali tidaklah terlalu berlebihan
 legitimasi kultural. Begitulah jika Hikayat   agama sebagaimana secara tradisional   telah berpulang ke rahmatullah, ketika   kalau dikatakan bahwa teks yang
 Raja-Raja Pasai serta Tarsila Sulu dan   dipahami masyarakat—dengan official   Nuruddin ar-Raniri, ulama kepercayaan   disusun atau dikarang di Aceh pada
 Manguindanao cenderung melihat   religion—agama sebagaimana teks-teks   Sultan Iskandar Thani, menjatuhkan   tahun 1603 oleh Buchari al-Jauhari, yaitu
 penyebaran Islam sebagai peletak dasar   resmi mengajarkan—mulai menganga.   hukuman “kafir” terhadap ajaran kedua   Tajus-Salatin (Mahkota Segala Raja-
 dari beridrinya pusat kekuasaan Islam,   Ketika inilah pula agama-agama mulai   ulama sufistik ini. Dengan tindakannya   Raja) adalah salah satu kitab berbahasa
 maka Sejarah Melayu dan beberapa   mendekati kesadaran dari hakikat   ini ar-Raniri sekaligus ingin mencapai   Melayu yang paling awal diterjemahkan
 sumber lain (seperti lontara Bugis-  kedirian yang dirasakan sah.  dua hal yaitu kesatuan doktrin dalam   ke dalam bahasa Jawa. Kitab ini
 Makassar) menunjukkan betapa pusat   masyarakat dan terjadinya keutuhan   berisikan “teori kenegaraan” yang
 kekuasaan “kafir” telah dikonversikan.   Dalam situasi sosial-kultural seperti ini   sistem otoritas. Meskipun di Sumatra   paling awal dan masih berpengaruh
 Babad-babad Jawa biasa juga melukiskan   ada dua gejala yang saling berkaitan   renungan sufistik yang dengan   dalam perumusan landasan dari sistem
 kasus bahwa betapapun pada awalnya   menjadi dominan. Pertama, renungan   sangat indah terpantul dalam sajak-  kerajaan Islam. Bertolak dari pemikiran



 70  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   71
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88