Page 82 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 82

Tetapi bagaimanakah secara kultural     Islamisasi hanya terjadi di pinggiran                       tasawuf, yang mempersoalkan            sajak Hamzah Fansuri mengalami
            bisa diterangkan bahwa perubahan yang   pusat kekuasaan tetapi dalam perjalanan                     hubungan manusia dengan Hakikat        kemunduran setelah berbagai corak
            paling fundamental dalam kehidupan      waktu Islam malah menjadi landasan                          Yang Tertinggi dan Abadi dan           tarekat bermunculan, tetapi di Jawa
            itu harus terjadi? Dalam hal ini kitapun   formal dari kekuasan.                                    kedua, perumusan sistem otoritas serta   renungan ini berlanjut dalam sastra
            akan selalu berhadapan dengan kasus                                                                 landasan kekuasan. Kasus legendaris    suluk.
            betapa ingatan tentang masa lalu        “Gelombang” kedua dari arus dinamika                        tentang Syekh Siti Jenar yang dihukum
            mengalami transformasi. Ketika ingatan   Islam ini sangat menentukan. Dalam                         para Wali Sanga dan peristiwa historis   Dalam “gelombang” kedua ini,
            itu telah dituliskan maka proses mitologi   dinamika “gelombang” inilah proses                      mengenai pembakaran kitab-kitab        teori kekuasaan yang bertolak dari
            pun telah terjadi begitu saja. Atau, ketika   Islamisasi dari pemahaman tentang                     Hamzah Fansuri dan Syamsuddin          pendekatan sufistik mulai dirumuskam.
            peristiwa konversi itu telah terlepas   realitas dalam pengalaman keseharian                        as-Sumatrani di Aceh abad 17           “Negara” (tentu saja dalam bentuk
                                                                                                                                                       Kerajaan) tidaklah sekadar refleksi dari
                                                    mulai dijalankan. Maka visi Islam pun
            dari ingatan kolektif maka yang tinggal                                                             memperlihatkan betapa renungan
            hanyalah kisah yang dihasilkan oleh     tampil sebagai prisma dalam melihat                         sufistik bisa bertabrakan dengan sistem   kedirian sang raja tetapi adalah pula
            proses mitologisasi. Bukankah mitos bisa   dan memahami realitas. Begitulah                         otoritas yang sah. Ajaran wahdatul     pranata yang menjadi wadah bagi
                                                    pusaka lama yang animistik dan
                                                                                                                                                       terwujudnya kesatuan yang harmonis
            muncul ketika asal-usul dari sesuatu                                                                wujud dari Syekh Siti Jenar tidak terlalu
            yang sedemikian dominan dalam           Hinduistik pun setahap demi setahap                         jelas disalahkan oleh para wali, tetapi   antara “raja” dan “rakyat” dan antara
                                                    semakin ditransformasikan ke dalam
                                                                                                                                                       makhluk dan Khalik. Pangkal dari
            kehidupan sosial sudah terlupakan       sistem pemikiran dan kesadaran                              kenyataan sosial menunjukkan akibat    segala kebaikan dan kesentosaan
            atau telah samar-samar berada dalam     Islam dan bahkan tidak pula jarang                          ajarannya itu “masjid menjadi lengang”.   kemasyakatan ialah terwujudnya
            ingatan sosial ? Karena itu tidaklah perlu   “dipahami” pula sebagai sesuatu yang                   Dengan kata lain ajaran Syekh Siti Jenar   secara utuh suasana sosial-politik yang
            diherankan kalau setiap kesatuan etnis-  sejak awal telah bersifat Islami. Dari                     telah menimbulkan perpecahan sosial.   adil–“sehari perbuatan adil sama nilainya
            kultural dan bahkan nyaris setiap pusat   sudut doktrin arus dari dinamika                          Ajarannya telah melanggar keutuhan     dengan enam puluh kali naik haji”.
            kekuasaan mempunyai mitos-konversi      kesadaran ini adalah saatnya ketika                         sistem otoritas yang berlaku. Hamzah
            yang yang telah berfungsi sebagai       cleavage, jurang, antara folk-religion—                     Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani    Barangkali tidaklah terlalu berlebihan
            legitimasi kultural. Begitulah jika Hikayat   agama sebagaimana secara tradisional                  telah berpulang ke rahmatullah, ketika   kalau dikatakan bahwa teks yang
            Raja-Raja Pasai serta Tarsila Sulu dan   dipahami masyarakat—dengan official                        Nuruddin ar-Raniri, ulama kepercayaan   disusun atau dikarang di Aceh pada
            Manguindanao cenderung melihat          religion—agama sebagaimana teks-teks                        Sultan Iskandar Thani, menjatuhkan     tahun 1603 oleh Buchari al-Jauhari, yaitu
            penyebaran Islam sebagai peletak dasar   resmi mengajarkan—mulai menganga.                          hukuman “kafir” terhadap ajaran kedua   Tajus-Salatin (Mahkota Segala Raja-
            dari beridrinya pusat kekuasaan Islam,   Ketika inilah pula agama-agama mulai                       ulama sufistik ini. Dengan tindakannya   Raja) adalah salah satu kitab berbahasa
            maka Sejarah Melayu dan beberapa        mendekati kesadaran dari hakikat                            ini ar-Raniri sekaligus ingin mencapai   Melayu yang paling awal diterjemahkan
            sumber lain (seperti lontara Bugis-     kedirian yang dirasakan sah.                                dua hal yaitu kesatuan doktrin dalam   ke dalam bahasa Jawa. Kitab ini
            Makassar) menunjukkan betapa pusat                                                                  masyarakat dan terjadinya keutuhan     berisikan “teori kenegaraan” yang
            kekuasaan “kafir” telah dikonversikan.   Dalam situasi sosial-kultural seperti ini                  sistem otoritas. Meskipun di Sumatra   paling awal dan masih berpengaruh
            Babad-babad Jawa biasa juga melukiskan   ada dua gejala yang saling berkaitan                       renungan sufistik yang dengan          dalam perumusan landasan dari sistem
            kasus bahwa betapapun pada awalnya      menjadi dominan. Pertama, renungan                          sangat indah terpantul dalam sajak-    kerajaan Islam. Bertolak dari pemikiran



         70     Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik                                                                                           Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   71
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87