Page 91 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 91

on Modulation of Household in Mdelaka   oleh Syekh Arsyad al-Banjari, karena–  terjadi (1803-1820). Perang-saudara ini   Kitabullah. Diktum ini memang
 dan Yoshihiro Tsubaochi, A Note on the   menurut keterangannya—buku itu   mulai mengalami perubahan pada tahun   memberi kebebasan intelektual bagi
 Changes in Population and Households in   terlalu sukar untuk dipahami oleh   1821—ketika inilah Belanda, yang telah   orang Minangkabau tetapi janganlah
 Galok, Kelantan, 1971-1984.  pembaca awam. Dengan begini maka   bermukim di sebuah kampung di kota   heran kalau dalam suasana yang kreatif
 “Gelombang” ketiga dalam proses   Padang, melakukan intervensi dengan   ini konflik intelektual antara “ kaum
 Islamisasi telah dimasuki.  dalih membela raja Minangkabau (di   tua” (tradisionalis) dan “kaum muda”
 Gelombang III: Dinamika   Pagaruyung) yang terancam. Tetapi   (“modernis”) mulai bersemi. Konflik

 Ortodoksi  Kecenderungan pemikiran yang   tidak lama setetelah intervensi kompeni   dalam pemahaman keagamaan ini
 mengharuskan terwujudnya tata
 Di atas telah dikatakan bahwa   kehidupan agama yang ortodoks serta   (tentara Belanda) konflik internal pun   bukan saja seakan-akan membagi
 “gelombang” kultural keagamaan lebih   menuntut keselarasan antara keharusan   mengalami “transformasi” menjadi   masyarakat atas dua golongan tetapi
 merupakan suatu gaya atau suasana   doktrin dan hukum agama dengan   “perang kolonial”. Dalam suasana   juga—dan lebih penting–-menjadi
 kehidupan keagamaan, bukannya   tata kehidupan sosial dan pribadi telah   Wahabisme semakin melemah tetapi   dorongan bagi mereka yang langsung
            ketika itu pula raja Minangkabau
                                                    terlibat untuk mendirikan sekolah-
 periode yang dibatasi oleh peristiwa   semakin kuat. Keprihatinan fiqh makin
 yang menggemparkan. Tetapi, jika Jawa,   bertambah kuat ketika usaha ke arah   disingkirkan pemerintah kolonia ke   sekolah agama dan menerbitkan buku-
 Aceh, Johor dan beberapa kerajaan   terhapus segala macam apa yang dinilai   Betawi. Sedangkan Tuanku Imam Bonjol,   buku dan majalah-majalah Islam.
 Islam lain dipakai sebagai pembatasan   khurafat semakin kuat. Dalam suasana   pemimpin generasi kedua Padri, yang   Barangkali bolehlah dikatakan bahwa
                                                    sampai dengan pertengahan abad ke-20
            telah melakukan perdamaian dengan
 wilayah, maka bolehlah dikatakan   inilah keharusan berlakunya rasionalitas   para penentang Padri, kaum adat,   Minangkabau adalah salah satu pusat
 bahwa puncak dari “gelombang” kedua   doktrin agama bisa saja mengalahkan   berhasil dijebak, kemudian ditangkap   aktivitas dan pemikiran Islam yang
 ini terjadi di abad ke-17 dan berlanjut   keselarasan kehidupan sosial yang   (1837) dan dan diasingkan ke Jawa dan   paling aktif di wilayah Asia Tenggara.
 sampai abad ke-18. Menjelang akhir abad   mungkin telah tercapai. Berbagai   kemudian ke Minahasa.
 ke-18, kecenderungan ortodoksi fiqh   cara dipakai untuk menyesuaikan   Gejolak keagamaan yang berbeda terjadi
 yang telah dirintis oleh Nuruddin ar-  kecendurangan folk-religion ke dalam   Ketika perang Padri telah berakhir maka   di Palembang. Kemas Fachruddin dan
 Raniri, ketika ia “memerangi” Hamzah   keharusan official-religion. Gerakan   dictum “ideologi” ke-Minangkabau-an   para “ulama istana” Palembang semakin
 Fansuri, telah semakin kuat. Jika dalam   Padri, di akhir abad ke-18 dan semakin   yang baru pun berhasil dirumuskan—  aktif menulis kitab-kitab yang tidak saja
 bukunya yang berjudul Bustanus-salatin   meningkat pada awal abad ke-19, di   “adat bersendi syarak, syarak bersendi   meneguhkan keberlakuan syariah, tetapi
 ulama besar yang datang dari Ranir   Sumatra Barat, yang telah dipengaruhi   Kitabullah”. Secara teoritis diktum ini   juga menyerang segala kecenderungan
 (India) ini masih menyempatkan diri   Wahabisme, ajaran keagamaan yang   menegaskan bahwa adat bukan lagi   yang dinilai bersifat syirik betapapun
 untuk mengecam beberapa hikayat   waktu itu sedang berjaya di tanah Hejaz,   pasangan syarak seperti semboyan   tersembunyinya. “Ortodoksi” dari
 “pelipur lara” sebagai bacaan yang tak   melakukan pembaharuan kehidupan   sebelum (adat bersendi syarak—syarak   kraton atau pusat kekuasaan yang
 berguna karena tidak menyebut nama   keagamaan dengan keras tanpa toleransi.   bersendi adat, sebagaimana dikutip   mempunyai tradisi politik yang
 Allah kini semuanya telah masuk ke   Maka “perang saudara”, yang telah   juga oleh pelapor Belanda) tetapi   integratif memang bisa menimbulkan
 dalam teks-teks hikayat itu. Kitabnya,   meniadakan batas-batas nagari, yang   menyatakan keabsahan adat tergantung   situasi stagnasi kultural, seperti situasi
 Siratal Mustaqim, kemudian diolah lagi   secara tradisional dianggap sakral,   pada keterkaitannya dengan ajaran   kerajaan-kerajaan pantai timur di Tanah



 78  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   79
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96