Page 36 - Final Sejarah Wilayah Perbatasan
P. 36

2002:684—685) . Berdasarkan data sejarah yang diajukan, Mahkamah Internasional
                 menganggap  bahwa  data  sejarah  tentang  kegiatan  nelayan  Indonesia  bersifat
                 personal,  bukan pemerintahan.  Nelayan  dari  mana  pun juga  dapat melakukan
                 aktivitas perdagangan di sekitar pulau tersebut. Kedua, penurunan sekoci Angkatan
                 Laut belanda saat patroli juga tidak dapat diklaim sebagai bukti kedaulatan karena
                 sifatnya hanya temporer. Sementara itu, bukti yang diajukan Malaysia dianggap lebih
                 bervariasi yang menunjukkan tindakan-tindakan yang bersifat legislatif, administratif,
                 dan quasi-yudisial.  Oleh  karena itu, dengan basis  effectivités di atas,  Mahkamah
                 Internasional  akhirnya  memutuskan Pulau Sipadan  dan  Ligitan  merupakan  milik
                 Malaysia (ICJ, 2002: 685—686 ).

                 Pada  kasus sengketa batas  wilayah  maritim  di Laut China  Selatan yang pernah
                 diajukan Filipina terhadap Tiongkok, Mahmakah Internasional merujuk pada kasus
                 Qatar vs Bahrain (2001) dan Tunisia vs Libya (1982). Salah satu poin penting dalam
                 dua  kasus  di  atas  adalah  perbedaan  antara  historic  fishing  right  dan  historic  title.
                 Istilah hak sejarah/historic right bersifat umum dan dapat menjelaskan hak apa pun
                 yang mungkin  dimiliki sebuah negara , yang biasanya tidak muncul dalam aturan
                 umum internasional. Hak sejarah mungkin termasuk kedaulatan, tetapi lebih sering
                 mencakup hak yang lebih terbatas seperti hak memancing. Sementara itu, historic title
                 digunakan secara khusus untuk merujuk pada kedaulatan histroris terhadap wilayah
                 darat ataupun laut (PCA, 2016: 95—96).

                 Dengan merujuk pada dua kasus di atas, perlu dilakukan penelusuran terhadap bukti-
                 bukti  sejarah  yang dapat mendukung  effectivités Indonesia  terhadap Natuna,  baik
                 dalam hal legislatif, administratif, dan yudisial,  maupun  bukti-bukti sejarah tentang
                 historic title tentang kedaulatan Hindia Belanda dan Indonesia sebagai penerusnya
                 atas wilayah Natuna. Jika bukti-bukti ini berhasil didapatkan,  Indonesia akan siap
                 menghadapi  berbagai  skenario  penyelesaian sengketa batas,  baik secara  bilateral
                 maupun secara internasional melalui Mahmakah Internasional (International Court
                 of Justice) atau Pengadilan Arbitrase Internasional (Permanent Court of Justice).

                 Atas dasar kebutuhan data sejarah di atas, buku tentang sejarah Natuna ini menjadi
                 strategis untuk dilakukan dalam rangka mendukung kedaulatan Indonesia di Natuna.
                 Data sejarah dalam buku ini yang digali dari dokumen Pemerintah Hindia Belanda
                 dan  pemerintah lokal masa kerajaan diharapkan dapat menjadi pijakan kuat bagi
                 eksistensi Natuna sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

















                 Mutiara di Ujung Utara                                                           19
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41