Page 59 - KelasIX BahasaIndonesia BG.pdf
P. 59
Pak Adil masih di selokan, berusaha untuk menaikan
sepedanya. Pintu terbuka. Tiga orang satpam mengacung-
acungkan pistolnya ke udara.
“”Udah dibilangin, nggak bisa dibuka!”
“Sini, sini!”
Ketiga satpam itu berdiri di anak tangga, memanjang ke
atas. Mereka tertawa-tawa puas, melihat orang-orang lintang-
pukang. Pistol mereka main-mainkan. Ujung larasnya yang
mengepul, mereka tiup dengan lagak koboi kesiangan.
Terdengar suara keciprak air.
Pak Adil sedang menggerakkan sepedanya di selokan.
Ketiga satpam itu mencari-cari asal suara. Mata mereka
berubah merah menyala, saat melihat Pak Adil berkubang
lumpur di selokan.
“Dia provokatornya!”
“Iya! Dia tadi mau nyogok saya dengan sarapannya!”
“Hajar aja!”
Tanpa ada yang mengomando, mereka melompat ke
selokan dan menghajar Pak Adil hingga pingsan
**
Ikhlas dan Siti Fatimah menuntun ibu mereka ke ruang
gawat darurat. Air mata wanita tua itu masih saja mengalir.
“Kenapa Bapakmu? Kok, bisa nelangsa seperti itu?”
“Itu, Bu, para warga mengamuk, karena pintu tembusnya
ditutup. Nggak bisa dibuka. Bapak dituduh provokatornya.”
“Bapakmu… provokator?”
“Iya”
“Provokator, Apa?”
“Itu… yang menyuruh warga supaya mengamuk.”
“Duh, gusti! Bapakmu itu rajin ngaji, kok, dituduh yang
kayak gitu…”
“Bahkan Bapak dituduh mau nyuap petugas segala.
Bukti nasi sarapannya ada di mereka.”
“Ya Allah…”
“Ikhlas bilang juga apa, Bu,” Ikhlas merasa kesal campur
marah, “Bapak nggak usah jualan lagi! Nggak nurut, sih!”
“Udah, sih, Bang! Ibu lagi sedih gitu, malah marah-
marah lagi. Ini namanya takdir!”
Bahasa Indonesia 61
Di unduh dari : Bukupaket.com