Page 55 - KelasIX BahasaIndonesia BG.pdf
P. 55

“Bapak nggak usah jualan sarapan dulu pagi ini,” kata
                            Ikhlas, putra pertamanya.
                                “Itu artinya Bapak harus hati-hati, Bu….”
                                Bahkan, kedua anaknya yang sudah memberinya cucu,
                            sering melarangnya untuk melakukan pekerjaannya.
                                “Kasihan  para  pelanggan  Bapak.  Nanti  mereka  susah
                            mencari sarapan.”
                                “Bapak, nggak usah mikir begitu. Kalau Bapak berhenti
                            jualan, nanti akan ada orang lain yang menggantikan Bapak.
                            Udahlah, Bapak sama Ibu istirahat saja. Seneng-seneng sama
                            cucu. Gaji Ikhlas di bank lumayanlah buat bantu-bantu Bapak
                            dan  Ibu,”  Ikhlas,  teller  di  bank  swasta,  menyakinkannya.
                            Dia  menikahi  pramuniaga  dan  memberinya  seorang  cucu.
                            Mereka kini tinggal di perumahan kelas menengah tipe 36 di
                            pinggiran Jakarta.
                                “Iya,  Pak. Apa  yang  Bang  Ikhlas  omongin  itu  bener,
                            Bapak berhenti aja. Mas Romli malah mengajak Bapak dan
                            Ibu tinggal bersama kami, “kali ini putrinya, Siti Fatimah,
                            memberi jalan keluar.
                                Tapi,  dia  tetap  bersikeras  untuk  terus  melakukan
                            pekerjaan  ini.  Baginya,  hidup  tanpa  melakukan  pekerjaan
                            sangatlah menakutkan. Harga dirinya sebagai lelaki, suami,
                            ayah, dan kakek seolah tercampakkan. Batinnya berguman,
                            dari mana nanti aku bisa membelikan mainan kepada kedua
                            cucuku? Bagaimana nanti rupa wajahku, jika kedua cucuku
                            minta piknik ke Ancol? Berjualan sarapan ini tidak sedikit
                            keuntungannya.  Dari  modal  300  ribu  rupiah,  aku  bisa
                            mengantongi  keuntungan  100  ribu  rupiah.  Dalam  sebulan
                            penghasilanku bisa mengalahkan pegawai negeri golongan
                            2! Kerjanya juga tidak berat. Aku cuma mangkal di tempat
                            parkir. Orang-orang yang tak sempat sarapan datang membeli
                            dan  membawanya  ke  kantornya.  Hanya  begitu  saja,  kok,
                            repot! Aku lelaki pekerja. Aku lelaki tangguh, yang terbiasa
                            memberi makan anak dan istri. Bagiku, bekerja itu adalah
                            ibadah.
                                Tapi aneh, kok, pintu masih tertutup?
                                Pak Adil memberi salam. Suaranya dikeraskan. Berulang-
                            ulang, tak ada yang menjawab salamnya. Aneh. Dia mendongak.





                   Bahasa Indonesia                                                        57








                                  Di unduh dari : Bukupaket.com
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60