Page 210 - SEJARAH WAJIB KELAS X_Neat
P. 210

kaum ulama itu Tuanku Kota Tua dari kampung Kota Tua di
                       dataran Agam mengajarkan kemurnian Islam berdasarkan
                       al-Qur’an dan hadis. Sementara itu, pada 1803 tiga orang
                       haji kembali dari Makkah yaitu Haji Miskin dari Pandai Sikat,
                       Haji Sumanik dari Delapan Kota, dan Haji Piabang dari Tanah
                       Datar. Ketika Haji Miskin  melarang penyabungan  ayam di
                       kampungnya, maka kaum adat melawan sehingga Haji Miskin
                       dikejar-kejar dan ketika sampai ke Kota Lawas ia mendapat
                       perlindungan dari Tuanku Mensiangan. Dari sini Haji Miskin
                       lari ke Kamang dan bertemu dengan Tuanku Nan Renceh
                       yang akhirnya melalui pertemuan beberapa tokoh ulama
                       terutama di darah Luhak Agam dibentuklah kelompok yang
                       disebut “Padri” yang tujuan utamanya ialah memperjuangkan
                       tegaknya syara dan membasmi kemaksiatan. Mereka itu terdiri
                       atasTuanku Nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung,
                       Tuanku Lubuk Aer, Tuamku Padang Lawas, Tuanku Padang
                       Luar, Tuanku Kubu Ambelan, dan Tuanku Kubu Senang.


                            Kedelapan  ulama Padri itu disebut  Harimau Nan
                       Salapan. Perjuangan kaum Padri itu makin kuat, tetapi pihak
                       kaum Adat dibantu Belanda  untuk keuntungan politik dan
                       ekonominya. Hal  ini membuat kaum  Padri melawan  dua
                       kelompok  sekaligus  yaitu kaum Adat dan kaum penjajah
                       Belanda  termasuk perlawanan bangsa  Indonesia  terhadap
                       kolonialisme Belanda. Pada awal abad ke-19, Belanda dengan
                       adanya celah pertentangan antara kaum adat dengan kaum
                       ulama dalam Perang Padri, memakai kesempatan demi
                       keuntungan politik dan ekonominya. Tahun 1830-1838,
                       ditandai dengan  perlawanan Padri yang meningkat dan
                       penyerbuan Belanda secara besar-besaran. Perlawanan Padri
                       diakhiri  dengan  tertangkapnya  pemimpin-pemimpin Padri
                       terutama Tuanku Imam Bonjol dalam pertempuran Benteng
                       Bonjol, pada 25 Oktober 1837. Dengan demikian, pemerintah
                       Hindia  Belanda pada akhir 1838 berhasil  mengukuhkan
                       kekuasaan politik dan ekonominya di daerah Minangkabau
                       atau di  Sumatra Barat. Tuanku  Imam Bonjol  kemudian


                                                                                  Sejarah Indonesia  201
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215