Page 65 - MODUL 3
P. 65
satu demi satu dapat dikuasai oleh Belanda. Kedudukan para bupati dianggap sebagai pegawai
negeri yang digaji oleh pemerintah kolonial Belanda. Kewibawaan para bupati telah jatuh di
mata rakyat Indonesia, bahkan jabatan para bupati dimanfaatkan untuk menekan dan memeras
rakyat Indonesia. Perilaku para penguasa pribumi selalu diawasi secara ketat sehingga mereka
sulit untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, rakyat Indonesia saat itu tidak memiliki pemimpin yang dapat diharapkan untuk
menyalurkan aspirasi dan justru kehidupan berpolitik menjadi buntu.
2) Aspek budaya
Kebudayaan Barat (Eropa) yang dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Belanda mulai
dikenal bangsa Indonesia sejak abad ke-15. Budaya-budaya Barat tersebut diterapkan ke
dalam lingkungan kehidupan tradisional rakyat Indonesia, seperti cara bergaul, gaya hidup,
cara berpakaian, bahasa, dan sistem pendidikan. Tidak semua budaya Barat yang masuk ke
Indonesia dapat diterima oleh rakyat Indonesia, karena adanya tata cara yang berlawanan
dengan nilai budaya bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun-temurun. Contoh
budaya Barat yang berlawanan dengan nilai luhur antara lain mabuk-mabukan, pergaulan
bebas, pemerasan, dan penindasan.
Kedatangan bangsa Barat dengan kebudayaannya, sedikit banyak membuka mata beberapa
kalangan di Indonesia, terutama kaum priyayi terpelajar untuk melakukan modernisasi. Kualitas
dan gaya hidup kaum Barat, termasuk kaum wanita yang menjunjung tinggi kebebasan terlihat
begitu kontras dengan kualitas dan gaya hidup pribumi yang begitu terikat akan tradisi dan
adat. Hal ini menyadarkan kaum terpelajar akan keterbelakangan dan kekolotan masyarakat
dan kaum perempuan di Indonesia.
3) Aspek sosial-ekonomi
Kehidupan sosial yang dialami oleh rakyat Indonesia pada masa penjajahan Belanda antara
lain diskriminasi ras dan intimidasi yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Diksriminasi
dan intimidasi itu didasarkan pada golongan dalam kehidupan masyarakat dan suku bangsa.
Penduduk berkulit putih dan kolonial Belanda termasuk ke dalam golongan dengan status
sosial yang lebih tinggi dan memiliki hak-hak istimewa, sedangkan rakyat pribumi termasuk
ke dalam golongan rendah yang lebih banyak dibebani oleh kewajiban-kewajiban dan tidak
diberikan hak sebagai layaknya warga negara yang dilindungi oleh hukum.
Penderitaan akibat politik pemerasan yang dilakukan kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia
telah mencapai puncaknya pada masa pelaksanaan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) dan
sistem ekonomi liberal (politik pintu terbuka). Keuntungan dari pelaksanaan sistem tanam
paksa dan politik pintu terbuka tersebut tidak ada satu pun yang digunakan untuk kepentingan
Indonesia, namun digunakan Belanda untuk membangun negerinya di Eropa dan untuk
membayar utang luar negeri pemerintah kolonial Belanda. Dengan demikian, kehidupan
ekonomi rakyat Indonesia pada zaman penjajahan Belanda sungguh memprihatinkan sehingga
banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan mati kelaparan.
4) Aspek pendidikan
Sistem pendidikan Barat berkembang di Indonesia setelah muncul politik etis, yang salah satu
isinya menganjurkan adanya edukasi (pendidikan). Para penganjur politik etis berpendapat
bahwa pemerintah Belanda berutang kebaikan kepada bangsa Indonesia yang telah
melaksanakan tanam paksa hingga Belanda menjadi negara yang makmur. Oleh sebab itu,
pemerintah Belanda harus membalas kebaikan bangsa Indonesia. Salah satunya ialah dengan
memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia.
Sekolah-sekolah yang didirikan Belanda, antara lain sebagai berikut.
a) ELS (Europese Lagere School) untuk anak-anak Eropa
Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. ELS menggunakan Bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar. ELS atau Sekolah Rendah Eropa tersebut
diperuntukkan bagi keturunan Eropa, keturunan timur asing atau pribumi dari tokoh
terkemuka. ELS yang pertama didirikan pada tahun 1817 dengan lama sekolah 7 tahun.
Modul Ilmu Pengetahuan Sosial VIII SMP/MTs Semester Genap (Kurikulum 2013) 59