Page 40 - Modul 6 Cerita Masyarakat Indonesia di Zaman Kolonialisme
P. 40
menarik pasukannya untuk menghadapi Perang Diponegoro di Jawa. (Irim
Rismi.H & Sri Pujiani,2020:77)
Setelah Perang Diponegoro berakhir, Belanda melakukan serangan
kembali dan berhasil merenut markas kaum Paderi di Bonjol. Setahun
setelah itu Kaum Adat bersatu dengan Kaum Paderi. Pada tahun 1833
mereka berhasil merebut kembali kota Bonjol. Pada tahun 1837, Bonjol
kembali direbut Belanda dan Imam Bonjol pun ditangkap. Ia dibuang ke
Ambon, kemudian ke Minahas.
3) Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Sultan
Hamengkubuwono III dari garwa ampeyan (selir). Pada tahun 1822
Pangeran Diponegoro diangkat menjadi wakil kerajaan mendampingi
Sultan Hamengkubuwono V yang baruru berusia tiga tahun. Keadaan ini
menjadi kesempatan bagi Belanda untuk campur tangan dalam urusan
kerajaan. Oleh karena itu, Belanda juga mengankat Patih Danurejo untuk
menjalankan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta di bawah pengawasan
residen Belanda.
Latar belakang terjadinya Perang Diponegoro
Konflik antara Pangeran Diponegoro dan Belanda yang diwakili Patih
Danurejo menjadi awal dari Perang Diponegoro. Atas perintah Patih
Danurejo, tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo dipatok tanpa izin
untuk dijadikan jalan. Pangeran Diponegoro sangat marah karena di tanah
tersebut terletak makam leluhurnya. Oleh karena itu, Pangeran
Diponegoro mencabut semua patok dan mengganti dengan bambu
runcing sebagai simbol perlawanan terhadap Belanda. Melihat kejadian ini
Belanda mengirim pasukan untuk menangkap Pangeran Diponegoro di
Tegalrejo. Akhirnya Pangeran Diponegoro menyusun strategi perlawanan
di luar Kota Yogyakarta. Perang Jawa dikumandangkan (1825-1830) untuk
mengusir Belanda. (Irim Rismi.H & Sri Pujiani,2020:78)
32